Sabtu, 17 Maret 2012

laporan Studi Kelayakan Investasi Agribisnis

kalau sudah memasuki waktu-waktu praktikum di lingkungan universitas, mahasiswa pada kelimpungan ngerjainnya. ada yang sampai lembur-lembur gitu ngerjainnya karena sudah dikejar deadline, tidak jarang mahasiswa melakukan copi Paste untuk bisa mengerjakannya. kalau sudah seperti itu namanya bukan karya sendiri tapi plagiat. kegiatan plagiat tentunya tidak dibolehkan dalam undang-undang.
untuk itu mungkin tulisan saya ini bermanfaat bagi pembaca untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan menambah wawasan, check it out, :>

Laporan SKIA

LAPORAN PRAKTIKUM STUDI KELAYAKAN INVESTASI AGRIBISNIS

STUDI KELAYAKAN INVESTASI USAHA PRODUKSI TEMPE “SAMODRA” DI MOJOSONGO, SURAKARTA











Disusun Oleh :
1. Lilik Susetyo H0808120
2. Lutfiatun Nisfah H0808121
3. Nanda Widhi H0808128
4. Nurul Izati S H0808133
5. Sigit Joko R H0808145

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak kalangan, khususnya terutama bagi para investor yang selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundang-undangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya, pemerintah lebih menitik-beratkan manfaat dari investasi tersebut secara makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dan lain-lain.
Mengingat bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena di dalam studi kelayakan terdapat berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti kelayakannya sehingga hasil daripada studi tersebut digunakan untuk memutuskan apakah sebaiknya proyek atau bisnis layak dikerjakan atau ditunda atau bahkan dibatalkan. Hal tersebut diatas adalah menunjukan bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya.
Studi kelayakan peroyek atau bisnis adalah penelitian yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, dimana itu semua digunakan untuk dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan tidak dijalankan (Rajaratnam, 2006).
Praktikum Studi Kelayakan Invenstasi Agribisnis ini dilakukan di usaha produksi tempe “Samodra” yang beralamatkan di Kampung Krajan RT 04 / RW III, Mojosongo, Surakarta. Usaha produksi tempe “Samodra” ini berdiri sejak tahun 1985, pada awalnya, masyarakat di daerah tersebut merupakan produsen tahu, namun lama kelamaan hampir sebagian lebih dari masyarakat tersebut menjadi produsen tempe karena melihat kesuksesan dari usaha tempe “Samodra” ini. Pada awal usaha, tempe “Samodra” merupakan usaha pribadi yang didirikan oleh Bapak Ari Gunanto dan hingga sekarang sudah memiliki 26 karyawan.
Kesuksesan tempe “Samodra” menarik konsumen sehingga dapat menguasai pangsa pasar, menjadi panutan berkembangnya produsen-produsen tempe baru yang ada di wilayah Surakarta. Selain itu tempe “Samodra” sudah menerapkan sistem manajemen yang sesuai dengan standar, baik dari manajemen tenaga kerja, manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Hal ini menjadikan studi kelayakan investasi penting dilakukan di tempe “Samodra” mengingat dengan studi kelayakan investasi, maka dapat diketahui seberapa besar usaha tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakanya Praktikum Studi Kelayakan Investasi Agribisnis di Usaha Produksi tempe “Samodra”, antara lain:
1. Mengetahui aspek pasar dan pemasaran usaha produksi tempe “Samodra”
2. Mengetahui teknis dan teknologi usaha produksi tempe “Samodra”
3. Mengetahui aspek finansial usaha produksi tempe “Samodra”, baik nilai NPV, IRR, maupun B/C Ratio.
4. Mengetahui aspek lingkungan usaha produksi tempe “Samodra”
5. Mengetahui aspek eksternal industri usaha produksi tempe “Samodra”
6. Mengetahui aspek ekonomi, sosial dan politik usaha produksi tempe “Samodra”
7. Mengetahui aspek bahan baku usaha produksi tempe “Samodra”



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Studi Kelayakan Investasi Agribisnis
Pendirian maupun perluasan usaha memerlukan investasi yang tidak sedikit jumlahnya, modal yang diperlukan biasanya disesuaikan dengan tujuan perusahaan dan bentuk badan usahanya. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai yang direncanakan perlu dilakukan suatu studi untuk menilai apakah investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak dijalankan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Studi kelayakan diperlukan untuk menghindari kegagalan setelah proyek dilakukan. Salah satu tujuan dilakukannya studi kelayakan bisnis adalah mencari jalan keluar agar dapat meminimalkan hambatan dan resiko yang mungkin timbul di masa yang akan datang karena keadaan yang akan datang penuh dengan ketidakpastian (Halim, 2005).
Studi kelayakan investasi pada proyek bisnis merupakan pengkajian suatu usulan proyek (bisnis), apakah dapat dilaksanakan (go project) atau tidak (no go project), dengan berdasarkan berbagai aspek kajian. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah suatu proyek dapat dilaksanakan dengan berhasil, sehingga dapat menghindari keterlanjuran investasi modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Kasmir dan Jakfar, 2003).
Studi kelayakan proyek atau bisnis adalah penelitihan yang menyangkut berbagai aspek baik itu dari aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi sampai dengan aspek manajemen dan keuangannya, dimana itu semua digunakan untuk dasar penelitian studi kelayakan dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda dan bahkan tidak dijalankan (Subagyo, 2008).
Menurut Umar (2005), Dilihat dari kapan evaluasi dilakukan pada proyek, dapat dibedakan 4 jenis evaluasi proyek yaitu sebagai berikut :
1. Evaluasi terhadap usulan proyek yang akan didirikan (pre-project evaluation)
2. Evaluasi terhadap proyek yang sedang dibangun (on-construction project evaluation)
3. Evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasionalisasikan (on-going project evaluation).
4. Evaluasi terhadap proyek yang telah berakhir (post-project evalution study).
Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak kalangan, khususnya terutama bagi para investor yang selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundang-undangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya, pemerintah lebih menitikberatkan manfaat dari investasi tersebut secara makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dll (Rajaratnam, 2006).
Hasil analisis studi kelayakan investasi bisnis dapat dimanfaatkan oleh :
1. Pihak investor
Sebelum menanamkan modalnya di perusahaan yang akan dijalankan investor akan mempelajari laporan studi kelayakan investasi bisnis yang telah dibuat, karena investor memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh dan jaminan modal yang akan ditanamkan.
2. Pihak kreditor
Sebelum memberikan kredit pihak bank perlu mengkaji studi kelayakan bisnis dan mempertimbangkan bonafiditas dan tersedianya agunan yang dimilliki.
3. Pihak manajemen perusahaan
Sebagai pemimpin manajemen perusahaan juga memerlukan studi kelayakan investasi bisnis untuk mengetahui dana yang dibutuhkan, berapa yang dialokasikan dari modal sendiri, rencana pendanaan dari investor dan kreditor.
4. Pihak pemerintah dan masyarakat
Perusahaan yang akan berdiri harus memperhatikan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah agar dapat diprioritaskan untuk dibantu oleh pemerintah.
5. Bagi tujuan pembangunan ekonomi
Penyusunan studi kelayakan bisnis perlu dianalisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang ditimbulkan proyek terhadap perekonomian nasional, karena sedapat mungkin proyek dibuat demi tercapainya tujuan-tujuan nasional.
B. Aspek Pasar Dan Pemasaran
Pengertian pasar (market demand) suatu produk menurut Kotler (2005), Yaitu jumlah keseluruhan yang akan dibeli oleh sekelompok konsumen tertentu dalam suatu daerah tertentu dalam waktu tertentu dalam lingkungan pemasaran tertentu dan dalam suatu program pemasaran tertentu. Tujuan analisis pasar adalah mengetahui seberapa luas pasar produk yang bersangkutan, bagaimana pertumbuhan permintaannya dan berapa besar yang dapat dipenuhi oleh konsumen perusahaan.
Menurut Haming dan Basalamah (2008), Dalam aspek pasar lebih baik sebelumnya melakukan analisis pasar. Ada 2 analisis pasar yang bisa dilakukan yaitu sebagai berikut :
a. Analisis pasar kualitatif, yaitu dengan mengidentifikasi, memisahkan dan membuat deskripsi pasar. Analisis pasar kuantitatif: menghitung besarnya perkiraan penjualan 1 tahun mendatang. Yang harus diperhatikan dalam menganalisis pasar meliputi :
a) Deskripsi pasar (luas pasar, saluran distribusi dan praktek perdagangan setempat)
b) Analisis permintaan dulu dan sekarang (jumlah, nilai konsumsi produk yang bersangkutan dan identifikasi konsumen)
c) Analisis penawaran dulu dan sekarang (impor, produk lokal), info persaingan, harga, kualitas dan strategi pemasaran pesaing
d) Perkiraan permintaan yang akan datang dari produk yang bersangkutan
e) Perkiraan pangsa pasar (mempertimbangkan tingkat permintaan, penawaran, posisi perusahaan dalam persaingan dan program pemasaran perusahaan)
Prosedur Analisis Pasar yaitu sebagai berikut :
1) Menentukan tujuan studi : adalah mengukur dan memperkirakan permintaan untuk menilai ketepatan waktu dan harga dari proyek dalam memproduksi produk. Tujuan khusus yang dapat dicapai yaitu mengetahui tempat dan luas daerah pemasaran, mengetahui kapasitas produksi yang direncanakan, mengetahui modal yang ditawarkan dan jenis industri, mengetahui tingkat harapan jumlah penjualan, mengetahui tingkat harga, mengetahui saluran distribusi, mengetahui pembeli/konsumen produk yang direncanakan.
2) Studi pasar informal (wawancara dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan produk yang ada di pasar).
3) Studi pasar formal (meliputi deskripsi metode dan tugas yang akan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dimaksudkan, meliputi rencana penelitian yang menyeluruh meliputi skedul kerja, waktu yang dibutuhkan dan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan studi/penelitian). Tujuan yang ingin dicapai yaitu mendefinisikan daerah pasar produk, mendapatkan data sekunder, membuat rencana survei, tes lapangan dari daftar pertanyaan yang telah dibuat, mengadakan survei pasar, memproses data, dan laporan akhir.
4) Karakteristik permintaan saat ini (meliputi luas pasar, pangsa pasar, pola pertumbuhan pasar, saluran pemasaran dan karakteristik lainnya). Pasar meliputi seluruh individu dan organisasi yang secara riil atau potensial merupakan konsumen suatu produk (meliputi konsumen, industri, perantara dan pemerintah). Klasifikasi pasar ditinjau dari sifat produk yaitu durable dan nondurable, produk baru atau produk yang sudah ada.
Menurut Anggraeni (2010), Pengukuran pasar merupakan usaha memperkirakan permintaan produk secara kuantitatif meliputi :
a. Permintaan pasar mencakup daerah geografis, kelompok konsumen dalam periode tertentu merupakan usaha mendefinisikan pasar dan luasnya (segmentasi pasar) sehingga bauran pemasaran berbeda.
b. Pangsa pasar dan pola pertumbuhan. Harus memperhatikan kondisi persaingan, harga yang terjadi dan pola pertumbuhan pasar. Cara yang dapat dilakukan yaitu :
1) Perkiraan permintaan yang akan datang (teknik peramalan kualitatif dan kuantitatif)
2) Merencanakan strategi pemasaran (4P)
3) Menilai kelayakan pasar (ada tidaknya permintaan produk).
b. Analisis Kuantitatif yaitu analisis yang menggunakan data masa lalu yang diasumsikan berulang kembali di masa yang akan datang meliputi :
a. peramalan sederhana
b. Statistik, diantaranya runtut waktu dan regresi korelasi.
1) Analisis runtut waktu (time series analysis), menggunakan data historis, menggunakan empat komponen, trend, variasi siklis, variasi musim dan variasi tidak beraturan
2) Trend yang merupakan kecenderungan prestasi masa lalu naik/turun yang menunjukkan aktifitas ekonomi dalam dinamika perekonomian dan merupakan keadaan jangka panjang dalam ukuran waktu menurut fenomena ekonomi.
3) Variasi siklis/gerakan perubahan penjualan dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi yang secara luas bersifat periodik
4) Variasi musim, pola perubahan tertentu yang bersifat periodik dalam satu tahun.
5) Komponen tidak beraturan, unpredicable (bencana, kerusuhan, dsb).
Pengkajian aspek pasar penting dilakukan karena tidak ada proyek bisnis yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang/jasa yang dihasilkan proyek tersebut. Pada dasarnya, analisis aspek pasar bertujuan antara lain untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk bersangkutan. Pembahasan aspek-aspek studi kelayakan di awali dengan aspek pasar dan pemasaran. Alasannya mengapa aspek ini di letakkan pada awal pembahasan sistematika studi kelayakan dalam Widianto (2008), antara lain :
1. Produk yang dihasilkan perusahaan harus marketable. Jika tidak, sebaiknya kegiatan analisis studi kelayakan dihentikan.
2. Kecenderungan permintaan atas produk yang akan dihasilkan harus menunjukkan adanya kenaikan. Jika menurun, sebaiknya proses studi kelayakan untuk pendirian dihentikan, kecuali jika tujuan objek studi adalah pengembangan.
3. Kandungan material produk tidak mengandung unsur yang dilarang negara ataupun agama. Jika ada ditinjau dari aspek hukum, tidak akan direkomendasikan dan harus dihentikan.
4. Aspek teknis dan kronologis sangat ditentukan oleh hasil rekomendasi aspek pasar, terutama yang berkaitan dengan pemilihan alat dan mesin.
Menurut Gunawan (2010), Aspek pemasaran merupakan kegiatan untuk menjual produk dan menciptakan hubungan jangka panjang (yang saling menguntungkan) dengan pelanggan. Cara-cara yang dapat dilakukan dalam aspek pemasaran yaitu :
a. Menentukan ciri-ciri pasar yang akan dipilih (target market).
b. Menentukan strategi untuk dapat meraih dan memuaskan pasar.
Sikap, perilaku, dan kepuasan konsumen merupakan penjelasan mengenai sikap, perilaku, dan kepuasan konsumen terhadap produk sejenis saat ini. Segmentasi target posisi di pasar biasanya mengenai segmentasi pasar, target pasar dan strategi positioning untuk menguasai target pasar. Situasi persaingan di lingkungan industri yang merupakan penjelasan situasi persaingan antar perusahaan yang memproduksi produk sejenis dengan produk yang akan diproduksi perusahaan di pasar yang dipilih. Manajemen pemasaran (bauran pemasaran) yaitu mengenai bagaimana kebijakan bauran pemasaran yang akan dilaksanakan.
Dalam aspek pasar dan pemasaran perlu memperhatikan 2 hal sebagai berikut yaitu :
a. Daya serap pasar merupakan peluang pasar yang dapat dimanfaatkan dalam memasarkan hasil produksi dari usaha proyek yang direncanakan. Untuk melihat daya serap pasar umumnya dilihat dari segi permintaan dan penawaran (bisa digunakan metoda peramalan untuk meperkirakan permintaan dan penawaran di masa mendatang). Jumlah permintaan produk di masa lalu dan masa kini serta kecenderungan permintaan di masa yang akan datang. Layak tidaknya pengembangan usaha sangat bergantung pada trend permintaan atau penawaran di masa datang yang seharusnya cenderung meningkat. Layak tidaknya pengembangan usaha sangat bergantung pada kapasitas produksi yang seharusnya lebih kecil dari market share.
b. Faktor Persaingan (Analisa Strategi). Strategi apa saja yang perlu dilakukan dalam meraih market share yang telah direncanakan.
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planning) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi.
Analisis pemasaran membantu memperkecil derajat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam menguasai pemasaran. Analisis pemasaran merupakan alat yang memberikan kemampuan bagi manajemen untuk mengembangkan dan memilih strategi yang tepat untuk menyaring produk, menempatkan produk pada posisi pemasaran yang tepat, memelihara produk, dan manakala diperlukan melenyapkan atau menarik produk dari pasar. Analisis pemasaran sangat terkait sekali dengan aktivitas kehidupan konsumen yang begitu banyak clan luas (Gunawan, 2009).
C. Aspek Teknis Dan Teknologis
Aspek teknis dan teknologis merupakan aspek yang biasanya membahas mengenai pemilihan strategi produksi, pemilihan dan perencanaan produk yang akan diproduksi, rencana kualitas, pemilihan teknologi, rencana kapasitas produksi, manajemen persediaan, jenis teknologi, pengawasan kualitas produk, peralatan dan mesin, lokasi pabrik, layout pabrik, perkembangan teknologi (Sumiati dan Sugiharto, 2002).
Tujuan studi aspek ini adalah untuk meyakini apakah secara teknis dan pilihan teknologi, rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak , baik pada saat pembangunan proyek atau operasional secara rutin yang meliputi:
1. Penentuan strategi produksi , dan perencanaan produk
2. Proses pemilihan teknologi untuk produksi
3. Penentuan kapasitas produksi yang optimal
4. Letak pabrik dan layoutnya, dan tata letak usaha dan layoutnya.
5. Rencana operasianal dalam hal jumlah produksi.
6. Rencana pengendalian persediaan bahan baku dan barang jadi.
7. Pengawasan kualitas produk, baik dalam bentuk barang ataupun jasa
Aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan pengoperasian dan proses pembangunan proyek secara teknis setelah proyek/bisnis tersebut selesai dibangun/didirikan. Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk start up cost/pra operasional proyek yang akan dilaksanakan (Rajaratnam, 2006)..
Studi aspek teknis dan teknologi akan mengungkapkan kebutuhan apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Untuk bisnis industri manufaktur, misalnya, perlu dikaji mengenai kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi pabrik, dan tata-letak pabrik yang paling menguntungkan. lalu dari kesimpulan itu, dapat dibuat rencana jumlah biaya pengadaan harta tetapnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga akan memberikan perubahan terhadap kebijakan perusahaan. Efisiensi pada saat melakukan produksi dan distribusi juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin berkembangannya hal ini maka secara tidak langsung akan menuntut management perusahaan untuk memilih yang terbaik bagi kepentingan perusahaan.
D. Aspek Finansial
Analisis ekonomi suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yangdinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh disemuapihak dalam perusahaan. Sedangkan analisis yang hanya membatasi manfaat danpengorbanan dari sudut pandang perusahaan tersebut sebagai analisis keuangan atauanalisis finansial (Muhammad dan Suad Husnan, 2000). Metode-metode penilaian investasi pada umumnya ada 5 metode yang biasadipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode-metode tersebut yaitu:
1. Metode Average Rate of Return
Metode ini mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh suatuinvestasi. Angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak dibandingkandengan total atau average investment. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalampersentase. Angka ini kemudian diperbandingkan dengan tingkat keuntunganyang disyaratkan. Apabila lebih besar daripada tingkat keuntungan yangdisyaratkan maka proyek dikatakan menguntungkan.apabila lebih kecil daripadakeuntungan yang disyaratkan maka proyek ditolak. Metode ini memilikikelemahan. Yang pertama adalah diabaikannya nilai waktu uang padahal inisangat penting. Kedua digunakannya konsep laba menurut akuntansi dan bukankas
2. Metode Payback
Metode ini mencoba mengukur seberapa cepatinvestasi bisa kembali. Karena itusatuan hasilnya bukan persentase, tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dsb). Kalau periode payback ini lebih pendek daripada yang disyaratkan, maka proyekdikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama maka proyek ditolak. Problem utama dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode payback maksimum yang disyaratkan, untuk dipergunakan sebagai angka pembanding.Secara normatik, memang tidak ada pedoman yang bisa dipakai untukmenentukan payback maksimum ini. Dalam praktiknya yang dipergunakanadalah payback umum. Kelemahan dari metode ini adalah diabaikannya nilaiuang dan aliran kas setelah periode payback.
3. Metode Net Present Value
Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilaisekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun cash flow) dimasa yangakan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Pada dasarnya tingkat bungatersebut adalah tingkat bunga pada saat keputusan investasi masih terpisah darikeputusan pembelanjaan ataupun pada saat kita mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Apabila nilai sekarang penerimaankas bersih dimasa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasimaka proyek ini dikatakan menguntungkan. Sedangkan apabila lebih kecil (NPVnegatif) proyek ditolak karena dinilai tidak menguntungkan.
4. Metode Internal Rate of Return
Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasidengan nilai sekarang penerimaan kas bersih dimasa-masa mendatang. Apabilatingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga relevan, maka investasidikatakan menguntungkan. Kalau lebih kecil dikatakan merugikan
5. Metode Profitability Index
Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa datang dengan nilai sekarang investasi. Kalauprofitability indexnya lebih besar dari 1 maka proyek dikatakan menguntungkan,tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagai mana metode NPV, maka metode ini perlu menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yangakan dipergunakan
E. Aspek Lingkungan
Industri tahu dan tempe merupakan industri kecil yang banyak tersebar di kota-kota besar dan kecil. Tempe dan tahu merupakan makanan yang digemari oleh banyak orang. Akibat dari banyaknya industri tahu dan tempe, maka limbah hasil proses pengolahan banyak membawa dampak terhadap lingkungan. Limbah dari pengolahan tahu dan tempe mempunyai kadar BOD sekitar 5.000 - 10.000 mg/l, COD 7.000 - 12.000 mg/l. Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang cukup serius terutama untuk perairan disekitar industri tahu dan tempe. Teknologi pengolahan limbah tahu tempe yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan limbah sistem anaerob. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya sekitar 70-80 %, sehingga air lahannya masih mengandung kadar polutan organik cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari sistem anaerob dan tingginya kadar fosfat merupakan masalah yang belum dapat diatasi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses biologis anaerob-aerob yakni proses penguraian anaerob dan diikuti dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Dengan kombinasi proses tersebut diharapkan konsentrasi COD dalan air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60 ppm, sehingga jika dibuang tidak lagi mencemari lingkungan sekitarnya (Anonim, 2011).
Limbah tahu tempe adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu tempe maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai tersebut.
Setiap kuintal kedelai akan menghasilkan limbah 1,5 - 2 m3 air limbah.
(Anonim, 2011).
Limbah cair yang berasal dari air rebusan maupun air rendaman kedelai berpotensi untuk mencemari lingkungan perairan disekitarnya. Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai mencapai 750 C. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 – 300 C. Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu (Wardhana, 2004).
Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 100 C atau di atas 400 C. Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam air. Laju penurunan oksigen terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik akan lebih cepat karena laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih tinggi (Connel dan Miller, 1995).
Limbah cair dari proses perebusan dan perendaman kedelai, mempunyai nilai TDS dan TSS yang jauh melewati standart baku mutu limbah cair.
Pengaruh Padatan tersuspensi (TSS) maupun padatan terlarut (TDS) sangat
beragam, tergantung dari sifat kimia alamiah bahan tersuspensi tersebut.
Pengaruh yang berbahaya pada ikan, zooplankton maupun makhluk hidup yang lain pada prinsipnya adalah terjadinya penyumbatan insang oleh partikel partikel yang menyebabkan afiksiasi. Disamping itu juga adanya pengaruh pada perilaku ikan dan yang paling sering terjadi adalah penolakan terhadap air yang keruh, adanya hambatan makan serta peningkatan pencarian tempat berlindung. Pola yang ditemukan pada sungai yang menerima sebagian besar padatan tersuspensi, secara umum adalah berkurangnya jumlah spesies dan jumlah individu makhluk hidup (Connel dan Miller, 1995).
Derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai telah melampaui
standart baku mutu. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang
dibuang ke perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan
organisme air. Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7,5 (Wardhana, 2004).
Limbah dari proses pembuatan tempe ini termasuk dalam limbah yang
biodegradable yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat
dihancurkan oleh mikroorganisme. Senyawa organik yang terkandung didalamnya akan dihancurkan oleh bakteri meskipun prosesnya lambat dan sering dibarengi dengan keluarnya bau busuk. Konsentrasi amoniak sebesar 0,037 mg / l sudah dapat menimbulkan bau amoniak yang menyengat. Dalam limbah domestik, sebagian besar nitrogen organik akan diubah menjadi amoniak pada pembusukan anaerobik dan menjadi nitrat atau nitrit pada pembusukan aerob (Mahida, 1986).
F. Aspek Eksternal Industri
Ada banyak faktor ekstern yang mempengaruhi pemilihan arah dan tindakan suatu perusahaan dan, akhirnya, struktur organisasi dan proses internalnya. Lingkungan eksternal dapat dibagi menjadi tiga faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor dalam lingkungan jauh, faktor dalam lingkungan industri, dan faktor dalam lingkungan operasional. Secara bersama-sama faktor-faktor ini merupakan landasan peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dalam lingkungan bersaingnya (William dan Lawrence, 1999).
1. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah dari sistem ekonomi tempat suatu organisasi beroperasi. Dalam perencanaan strategiknya, perusahaan harus mempertimbangkan kecenderungan ekonomi, seperti ketersediaan kredit secara umum, tingkat penghasilan yang dapat dibelanjakan, dan kecederungan belanja masyarakat.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial budaya yang mempengaruhi organisasi adalah kepercayaan, nilai sikap, opini, dan gaya hidup masyarakat di lingkungan ekstern perusahaan yang berkembang dari pengaruh kultur, ekologi, demografi, agama, pendidikan, dan etnik. Apabila sikap social berubah, maka permintaan akan berbagai jenis barang dan jasa akan berubah pula.
3. Faktor politik
Arah dan stabilitas keamanan politik merupakan pertimbangan penting untuk para manajer dalam merumuskan strategi perusahaan. Faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi perusahaan. Karena itu, perusahaan harus mampu meramalkan perubahan keputusan politik dalam lingkungan bisnis.
4. Faktor Teknologi
Untuk menghindari keusangan dan mendorong inovasi, perusahaan harus mewaspadai perubahan teknologi yang terjadi yang mungkin mempengaruhi industrinya. Peramalan teknologi dapat membantu melindungi dan meningkatkan kemampulabaan perusahaan yang berada dalam industri yang sedang tumbuh. Kunci peramalan kemajuan teknologi terletak pad pendugaan yang akurat mengenai kemampuan teknologi di masa depan dan dampaknya yang mungkin terjadi.
5. Faktor Ekologi
Ekologi mengacu pada hubungan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya, misalnya dengan tanah, air, dan udara, yang mendukung kehidupan mereka.
G. Aspek Ekonomi, Sosial Dan Politik
Perkembangan strata sosial kemasyarakatan di suatu daerah akan mempengaruhi organisasi perusahaan. Perkembangan politik negara yang secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan ekonomi merupakan faktor yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Organisasi perusahaan akan cenderung mengikuti perkembangan sosial politik yang terjadi guna antisipasi terhadap berlangsungnya stabilitas dan kebijakan di dalam organisasi perusahaan.
Kepastian hukum di dalam suatu negara merupakan momen yang sangat mempengaruhi pelaku pasar. Kebijakan negara yang dituangkan dalam Peraturan Perundang-undangan secara tidak langsung akan menentukan arah strategi perusahaan. Kepastian hukum merupakan faktor yang tidak bisa ditawar dan pasti akan sangat mempengaruhi sebuah perusahaan.
H. Aspek Bahan Baku
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Di Indonesia pembuatan tempe sudah menjadi industri rakyat (Francis, 2000 dalam Suharyono dan Susilowati, 2006).
Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).
Dalam beberapa tahun belakangan ini produksi kedelai terus merosot, sedangkan kebutuhan terhadap kedelai masih relatif besar. Menurut Widjang (2008), kebutuhan kedelai dalam negeri terhadap kedelai sebesar 2 juta ton/ tahun, sebanyak 1,4 juta ton dipenuhi dari impor. Harga kedelai dunia melonjak hingga di atas 100% dari normalnya Rp 2500,00 per kg (Agustus- September 2007) dan harga kedelai menjadi Rp 7500,00 per kg (Awal Januari 2008).
Produksi kedelai domestik saat ini tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan nasional. Untuk mencukupi kebutuhan kedelai yang terus meningkat, Indonesia semakin tergantung pada impor. Kejayaan sebagai produsen besar dunia pun memudar. Saat ini Indonesia sudah menjadi negara pengimpor kedelai terbesar di dunia. Setiap tahun, jumlah kedelai yang diekspor ke Indonesia sebanyak 1.600 ton. Dari jumlah itu, sekitar 70-80 persen digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe di Jakarta. Sebagian besar kedelai yang diimpor berasal dari Kanada, Argentina dan Brasil.
Dulu Indonesia merupakan produsen kedelai ketiga terbesar dunia (pada tahun 1960an), hanya kalah oleh Amerika Serikat dan China. Kini, hanya Amerika Serikat yang bisa bertahan. Dan posisi Indonesia telah digeser oleh Argentina, Paraguay, Kanada, dan Bolivia. China kini di peringkat keempat. Indonesia dengan produksi tahunan di bawah 1 juta ton tidak berada dalam kelompok sepuluh besar. Amerika Serikat dan Brasil, semakin kuat setelah Argentina masuk menjadi produsen utama kedelai. Sementara Asia, yang ditopang oleh China dan India, hanya mampu memproduksi sepertujuh dari produksi negara-negara di Amerika.
Produksi kedelai Indonesia dalam dekade yang terakhir, tidak dapat melampaui 1 juta ton per tahunnya. Padahal pada masa jaya tahun 1991-1996, Indonesia memproduksi lebih dari 1,5 juta ton per tahun. Angka ini hanya untuk menutup sekitar 80 persen kebutuhan lokal. Kini, kebutuhan kedelai nasional sekitar 2,4 juta ton setahun. Penurunan tersebut terjadi karena telah berkurangnya luas areal tanam dan panen serta minat petani dalam menanam kedelai yang merupakan bahan baku industri makanan seperti tahu dan tempe ini. Kedelai pun harus diimpor.
Kini nilai impor kedelai Indonesia dalam lima tahun ini, naik 30 persen per tahunnya. Naiknya impor tersebut dikarenakan adanya kemudahan tata niaga impor terkait liberalisasi produk pertanian. Untuk itu upaya meningkatkan produktivitas kedelai lokal sangat diperlukan. Jika tidak, Indonesia tidak akan mempunyai mekanisme untuk melindungi petani dari serbuan impor pangan. Pengembangan kedelai nasional, terutama yang berbasis kewilayahan, perlu mendapat perhatian khusus. Produksi kedelai nasional dalam 40 tahun terakhir masih mengandalkan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Aceh, dan Lampung juga menjadi pusat produksi kedelai (Anonim 2011).
Untuk memproduksi tempe tahu digunakan bahan baku pokok yang sama, yaitu kedelai. Jenis kedelai terdiri atas 4 macam, kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai coklat, dan kedelai hijau. Para pengrajin tempe biasanya memakai kedelai kuning sebagai bahan baku utama. Pengrajin tempe tahu biasanya menggunakan kedelai kuning, akan tetapi juga kedelai jenis lain, terutama kedelai hitam.
Syarat mutu kedelai untuk memproduksi tempe tahu kualitas pertama adalah sebagai berikut :
1. Bebas dari sisa tanaman (kulit palang, potongan batang atau ranting, batu, kerikil, tanah atau biji-bijian
2. Biji kedelai tidak luka atau bebas serangan hama dan penyakit
3. Biji kedelai tidak memar
4. Kulit biji kedelai tidak keriput.
Tingkat mutu kedelai dapat dipilah sesuai kelas mutu sebagai berikut:
Kriteria % Bobot Mutu I Mutu II Mutu III
1. Kadar air maksimum
2. Kotoran maksimum
3. Butir rusak
4. Butir keriput
5. Butir belah
6. Butir warna lain 13 %
1 %
2 %
0 %
1 %
0 % 14 %
2 %
3 %
5 %
3 %
5 % 16 %
5 %
5 %
8 %
5 %
10 %

Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam ragi atau laru tempe digunakan dalam proses fermentasi yang menghasilkan tempe dengan kualitas tinggi. Secara tradisional para pengrajin membuat laru tempe dengan menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut diiris tipis-tipis, dikeringkan, digiling menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai bahan inokulum dalam proses fermentasi.
Laru lain yang sering dipakai adalah miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe. Salah satu macam laru dari Jawa Tengah disebut usar, di buat dengan cara membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada kedelai matang, yang ditaruh antara dua lapis daun waru dan daun jati atau daun pisang bekas pembungkus tempe. Setelah itu laru diremas-remas lalu dicampurkan ke dalam biji kedelai yang hendak di lakukan peragian. Untuk satu kilo kedelai diperkirakan membutuhkan 2 atau 3 lembar daun yang mengandung aru. Bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat laru adalah beras, terigu dan air bersih. Air bersih dipakai juga dalam proses produksi tempe untuk mencuci serta merebus biji kedelai sebelum proses fermentasi. Bahan pembungkus tempe adalah daun pisang maupun plastik berlubang-lubang (Anonim, 2011).
I. Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis jamur Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (jamur roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Jamur yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif (Astawan dan Mita, 1991).
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia dari jamur yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam (Anonim, 2010).
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe (Syarief, 1999)
Menurut Sarwono (1982), Pembuatan tempe secara tradisional biasanya menggunakan tepung tempe yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Sekarang pembuatan tempe ada juga yang menggunakan ragi tempe. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses pengolahan tempe agar diperoleh hasil yang baik ialah :
1. Kedelai harus dipilih yang baik (tidak busuk) dan tidak kotor
2. Air harus jernih, tidak berbau dan tidak mengandung kuman penyakit
3. Cara pengerjaannya harus bersih
4. Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas membentuk butiran halus atau tidak menggumpal).
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg (Astuti, 1999).
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain. Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh jamur tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur (Radiyati, 1992).
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut). Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.

BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Tempe “Samodra” yang diproduksi di daerah Mojosongo merupakan tempe yang sudah mempunyai brand image yang cukup dikenal oleh masyarakat khususnya kota Surakarta. Sampai sekarang ini Tempe “Samodra” masih mendominasi pangsa pasar di wilayah kota Surakarta. Wilayah pemasarannya yaitu meliputi pasar Nusukan, pasar Gede, pasar Legi dan pasar Mojosongo.
Pada awal pendirian rumah produksi tempe yang dimulai pada tahun 1985, Pak Ari hanya membuat 5 kg tempe yang dipasarkan sendiri ke pasar-pasar tradisional. Namun lama-kelamaan permintaan dari konsumen bertambah banyak, sehingga Pak Ari menambahkan jumlah produksi tempenya. Dengan bertambahnya permintaan tempe itu sampai saat ini, Pak Ari bisa mengolah 7-8 kuintal kedelai menjadi tempe. Saat inipun Pak Ari tidak perlu lagi memasarkan tempenya ke pedagang-pedagang di pasar, tetapi pedagang dan konsumen akhirlah yang datang ke rumah produksi Pak Ari.
Tempe merupakan makanan rakyat, yang selain murah juga mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedelai yang masih utuh. Oleh karena itu setiap orang bisa membeli dan mengkonsumsi tempe setiap harinya. Pihak manajemen Tempe “Samodra” sendiri sudah melakukan segmentasi pasar yaitu dengan menbuat produk tempe yang mempunyai beberapa macam ukuran, dengan harga 300 rupiah, 400 rupiah, 500 rupiah, 700 rupiah, serta 1200 rupiah. Tempe yang dijual dengan harga 300-500 rupiah biasanya dibeli oleh ibu-ibu rumah tangga serta pedagang yang menjual gorengan. Sedangkan tempe yang dijual dengan harga 700-1200 rupiah biasanya dibeli oleh pedagang yang ingin menjualnya kembali ke konsumen akhir. Ada satu jenis tempe yang paling disukai oleh orang-orang yang secara ekonomi termasuk menengah ke atas, yaitu tempe yang dibungkus daun jati. Untuk tempe jenis ini pak Ari menjualnya dengan harga 500 rupiah per bungkus.
Banyaknya pengusaha yang memproduksi tempe di wilayah Surakarta menjadi pesaing utama untuk mendapatkan pangsa pasar. Namun hal ini tidak membuat Pak Ari yang sebagai pemilik usaha Tempe “Samodra” risau. Dengan adanya banyak pesaing di pasar itulah yang menjadikan penyemangat bagi Pak Ari untuk tetap memproduksi tempe yang mempunyai kualitas yang baik. Sehingga tempe yang dihasilkan mutunya tidak kalah baik dengan tempe yang dihasilkan orang-orang pada umumnya. Selain itu, Tempe “Samodra” sudah mempunyai nama yang dikenal di masyarakat, sehingga dengan tempe yang diproduksi dengan kualitas yang baik, tidak akan membuat konsumen kecewa dan kemudian pindah ke tempe lain. Cara lain yang dilakukan Pak Ari untuk tetap menjaga pangsa pasarnya yaitu dengan menjalin pertemuan rutin setiap tahunnya dengan para pedagang dan memberikan tunjangan karena keloyalitas yang mereka miliki untuk tetap membeli Tempe “Samodra” sehingga kontinyuitas pemasaran tempe tetap terjaga.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh manajemen Tempe “Samodra” dalam mengembangkan target pasarnya antara lain:
1. Mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen dengan menggunakan variabel-variabel yang dapat mengkuantifikasi kemungkinan permintaan dari setiap segmen, biaya melayani setiap segmen, dan kesesuaian antara kompetensi inti perusahaan dan peluang pasar sasaran.
2. Memilih satu atau lebih segmen sasaran yang ingin dilayani berdasarkan potensi laba dari setiap segmen tersebut dan kesesuaiannya dengan strategi yang telah ditentukan oleh perusahaan.

BAB IV
ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS
Pada aspek ini mengkaji apakah secara teknis dan pilihan teknologi, rencana agribisnis dapat dilaksanakan secara layak atau tidak baik saat pembangunan proyek atau operasional secara rutin
Pada usaha tempe "Samodra" juga menggunakan beberapa teknologi baik dalam segi produksi maupun segi pemasaran. Dari segi produksi, usaha tempe "Samodra" menggunakan beberapa alat besar dalam pemrosesannya, mesin-mesin tersebut antara lain mesin untuk mengelupas kulit ari kedelai serta alat untuk merebus kedelai. Jumlah total tenaga kerja yang digunakan pada usaha tepe "Samodra" yaitu 26 orang yang sebagian besar berasal dari masyarakat sekitar. Kegiatan produksi tempe sendiri dilakukan setiap hari mulai dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Usaha tempe "Samodra" ini dijalankan sejak tahun 1985 yang bertempat di Kampung Krajan RT 04 / RW III, Mojosongo. Pada awalnya, masyarakat daerah tersebut mengusahakan tahu, namun setelah melihat kesuksesan Bapak Ari Gunanto (pemilik usaha tempe "Samodra"), lama kelamaan masyarakat ikut beralih mengusahakan tempe daripda tahu hingga sekarang. Salah satu inovasi yang dilakukan oleh usaha tempe "Samodra" ini yaitu dari segi packaging dengan memadukan konsep secara tradisional dan modern yaitu dengan menggunakan daun pisang dan kertas pembungkus. Harga produk tempe dengan packaging ini sedikit lebih mahal karena pangsa pasar dari produk ini adalah kalangan masyarakat menengah atas. Kebanyakan produk jenis ini digunakan sebagai oleh-oleh.
Berikut adalah proses produksi pembuatan tempe “Samodra”:



























Gambar 1. Proses Pembuatan Tempe







BAB V
ASPEK FINANSIAL
Studi aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas proyek agribisnis, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana bisnis yang dikaji.
Tabel 5.1. Perincian Biaya Investasi Modal Tetap
No Uraian Satuan Jumlah Harga/satuan Total (Rp)
A Tanah M2 60 500.000 30.000.000
B Bangunan
Ruang Produksi
M2
55
350.000
19.250.000
C Mesin dan Peralatan
1. Mesin pengupas kulit ari kedelai
2. Peralatan penunjang
Sub Total
Unit

Unit
1

2
8.000.000

5.000.000
8.000.000

10.000.000

18.000.000
D Instalasi Penunjang
1. instalasi air
2. instalasi listrik
Sub Total
Unit
Unit
1
1
600.000
1.500.000
600.000
1.500.000
2.100.000
E Alat Kantor Paket 1 5.100.000 5.100.000
F Transportasi Unit 1 70.000.000 70.000.000
144.450.000
Sumber : Data Sekunder
Tabel 5.2. Perincian Biaya Penyusutan
No Uraian Umur (th) Nilai Awal Nilai Akhir Depresiasi per tahun
A Bangunan
Ruang Produksi
20
19.250.000
7.500.000
559.000
B Mesin dan Peralatan
1. Mesin pengupas kulit ari kedelai
2. Peralatan penunjang
10

5
8.000.000

10.000.000

3.000.000

5.000.000
500.000

1.000.000
C Alat Kantor 5
5.100.000
2.000.000
620.000

D Transportasi 5 70.000.000 50.000.000 4.000.000
6.679.000
Sumber : Data Sekunder

Tabel 5. 3. Tabel Jumlah dan Biaya Tenaga Kerja
No Uraian Jumlah orang Gaji/bulan/orang Total (Rp/bl) Gaji/tahun
1 Pimpinan 1 750.000 750.000 9.000.000
2 TK Senior 12 780.000 9.360.000 112.320.000
3 TK Sedang 7 690.000 4.830.000 57.960.000
4 TK Junior 5 600.000 3.000.000 36.000.000
215.280.000
Sumber : Data Sekunder
Tabel 5. 4. Perincian Biaya Bahan Baku dan Bahan Pengemas
No Uraian Satuan Jumlah Harga/satuan Biaya/tahun
1 Bahan Baku
Kedelai
Ragi
Tepung Tapioka
Sub Total
Kg
Kg
Kg
800
0,5
4
6.000
7.500
5500
1.728.000.000
2.700.000
7.920.000
1.738.620.000
2 Bahan Pengemas
Plastik
Kertas minyak
Daun pisang
Sub Total
bungkus
bungkus
bungkus

10.200
6.800
6.800
20
30
15
73.440.000
73.440.000
36.720.000
183.600.000
3 Utilitas
Listrik
Bahan bakar
Sub Total


1.020.000
39.600.000
40.620.000
4 Pajak 600.000
1.963.440.000
Sumber : Data Sekunder
Tabel 5. 5. Biaya Pemeliharaan dan Biaya Perbaikan
Uraian Nilai Investasi Perawatan Biaya/tahun
Bangunan
Ruang Produksi
19.250.000
5%
962.500
Mesin dan Peralatan
1. Mesin pengupas kulit ari kedelai
2. Peralatan penunjang
8.000.000

10.000.000
4%

2%
320.000

200.000
Instalasi Penunjang 2.100.000 2,5% 52.500
Alat Kantor 5.100.000 3% 153.000
Transportasi 70.000.000 5% 3.500.000
5.188.000
Sumber : Data Sekunder
Tabel 5. 6. Ringkasan Biaya Operasional
No. Uraian Jumlah Biaya
A Biaya Tetap
1. Gaji Karyawan
2. Penyusutan
3. Pemeliharaan dan Perbaikan
4. Pajak
215.280.000
6.679.000
5.188.000
600.000
B Biaya Variabel
1. Bahan Baku
2. Bahan Pengemas
3. Biaya Utilitas
1.738.620.000
183.600.000
40.620.000
Total 2.190.587.000
Sumber : Data Sekunder
Tabel 5. 7. BUNGA
No. Item Bunga 2% Biaya/tahun
1 Biaya pokok produksi 2.985.500 35.826.000
2 Biaya usaha 26.500 318.000
3 Investasi 12.000 144.000
4 Amortasi 300 3.600
JUMLAH 36.291.600
Sumber : Data Sekunder


NPV
Arus Kas Biaya dan Manfaat (DF 20%)
Tabel 5. 8. Arus Kas Biaya dan Manfaat
Tahun Cost © Benefit (B) B-C DF 20% NPV 20%
Investasi Pemeliharaan Produksi Total
1 300.000.000 125.000 1.660.498.500 1.960.623.500 2.188.800.000 228.176.500 0,83333333 190147082,6
2 274.500.000 188.925 1.660.498.500 1.935.187.425 2.188.800.000 253.612.575 0 ,69444444 176119832
3 250.000.000 188.925 1.991.448.792 2.241.637.717 2.238.800.000 -2.837.717 0,5787037 -1.642.197,327
4 248.750.000 188.925 1.991.448.792 2.240.387.717
2.238.800.000 -1.587.717 0,48225309 -765.681,4293
5 225.670.000 188.925 1.991.448.792 2.217.307.717
2.238.800.000 21.492.283 0,40187757 8.637.266,466
6 218.930.000 188.925 1.991.448.792 2.210.567.717
2.238.800.000 28.232.283 0,33489798 9.454.934,547
7 200.790.000 188.925 1.991.448.792 2.192.427.717
2.238.800.000 46.372.283 0,27908165 12.941.653,25
8 198.800.000 188.925 1.991.448.792 2.190.437.717
2.238.800.000 48.362.283 0,23256804 11.247.521,37
9 190.650.000 188.925 1.991.448.792 2.182.287.717
2.238.800.000 56.512.283 0,1938067 10.952.459,08
10 190.500.000 188.925 1.991.448.792 2.182.137.717
2.238.800.000 56.662.283 0,16150558 9.151.274,88
42.624.4145,4

Untuk menghitung IRR, digunakan i’= 49% dan i”= 50%
Tahun Benefit (B) B-C DF
(49%) NPV DF
(50%) NPV
Cost ©
Investasi Pemeliharaan Produksi Total
1 300.000.000 125.000 1.660.498.500 1.960.623.500 2.188.800.000 228.176.500 0,67114094 153138590,7 0.66666667 -200000000
2 274.500.000 188.925 1.660.498.500 1.935.187.425 2.188.800.000 253.612.575 0,45043016 114234752,7 0.44444444 -32891111.1
3 250.000.000 188.925 1.991.448.792 2.241.637.717 2.238.800.000 -2.837.717 0,30230212 -857847,8651 0.2962963 79488854.36
4 248.750.000 188.925 1.991.448.792 2.240.387.717
2.238.800.000 -1.587.717 0,20288733 -322127,6629 0.19753086 52992569.58
5 225.670.000 188.925 1.991.448.792 2.217.307.717
2.238.800.000 21.492.283 0,13616599 2926517,992 0.13168724 35328379.72
6 218.930.000 188.925 1.991.448.792 2.210.567.717
2.238.800.000 28.232.283 0,09138657 2580051,507 0.0877915 23552253.14
7 200.790.000 188.925 1.991.448.792 2.192.427.717
2.238.800.000 46.372.283 0,06133327 2844163,754 0.05852766 15701502.1
8 198.800.000 188.925 1.991.448.792 2.190.437.717
2.238.800.000 48.362.283 0,04116327 1990749,713 0.03901844 10467668.06
9 190.650.000 188.925 1.991.448.792 2.182.287.717
2.238.800.000 56.512.283 0,02762635 1561228,109 0.02601229 6978445.376
10 190.500.000 188.925 1.991.448.792 2.182.137.717
2.238.800.000 56.662.283 0,01854118 1050585,588 0.01734153 4652296.918

279.146.664,6 - 3.729.141,85

1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Perhitungan NPV perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan. Menurut Kadariah et al. (1999) penentuan nilai NPV dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:
Bt = benefit bruto proyek pada tahun ke-t
Ct = biaya bruto proyek pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga
n = umur ekonomis proyek (10 tahun)
t = tahun ke-t (t = 1,2,3,...,10 )
Kriteria kelayakan berdasarkan NPV yaitu:
a. NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan layak untuk dijalankan.
b. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan tidak layak untuk dijalankan.
c. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar modal sosial opportunity cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.
NPV = Rp 42.624.4145,4 > 0 LAYAK
Berdasarkan perhitungan NPV diperoleh nilai sebesar 42.624.4145,4. Hal ini nilai NPV lebih besar dari 0. Artinya usaha tempe ”Samodra” layak untuk tetap dijalankan di masa yang akan datang, karena memberikan manfaat (benefit).

2. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Kadariah et al. (1999), IRR merupakan tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Setiap benefit bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan suku bunga yang sama yang diberi bunga selama sisa umur proyek. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. IRR juga merupakan nilai discount rate yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan tidak layak jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku. Penentuan nilai IRR dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:
NPV = Nilai NPV yang positif
NPV’ = Nilai NPV yang negatif
i = Tingkat suku bunga pada saat NPV positif
i’ = Tingkat suku bunga pada saat NPV negatif
Untuk menghitung IRR, digunakan i’= 49% dan i”= 50%
IRR = i’ + (i”– i’)
= 0,49 + (0,5-0,49)
= 0,49986 = 49, 986%
IRR = 49,986 % LAYAK
Berdasarkan perhitungan IRR diperoleh nilai sebesar 0, 49986 (49,986%). Hal ini berarti nilai IRR lebih besar dari 0, maka usaha tempe “Samodra” layak untuk tetap dijalankan di masa yang akan datang karena memberikan manfaat.

3. Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C)
Menurut Kadariah et al. (1999), Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih tersebut bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas present value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun tertentu dimana biaya kotor lebih besar dari pada benefit kotor. Dengan kata lain, Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang yang bernilai negatif. Penentuan Net B/C sebagai berikut:

Dimana

Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun atau benefit bruto proyek pada tahun ke-t
Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun atau biaya bruto proyek pada tahun ke-t
n = jumlah tahun (10 tahun)
i = tingkat bunga (diskonto)
t = tahun ke-t (t = 1,2,3,…,10)
Kriteria investasi berdasarkan Net B/C adalah:
a. Net B/C > 1, maka NPV > 0, proyek menguntungkan atau layak dijalankan.
b. Net B/C < 1, maka NPV < 0, proyek merugikan atau tidak layak dijalankan.
c. Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi namun masih layak dijalankan.
Net B/C =

=
= 2,371893409 > 1 LAYAK
BAB VI
ASPEK LINGKUNGAN
Pengolahan pembuatan tempe akan menghasilkan produk sampingan, yaitu berupa limbah cair tempe. Pembuangan limbah cair tempe dilingkungan akan mengganggu keseimbangan lingkungan, bahkan dapat mencemari lingkungan sekitar. Tentunya hal ini akan berbahaya jika sampai menggenangi selokan atau aliran sungai, karena di sana akan ditumbuhi oleh bakteri-bakteri berpenyakit, meskipun banyak juga bakteri yang bermanfaat. Padahal limbah cair tempe tersebut memiliki kandungan makanan kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Jika dimanfaatkan secara tepat maka akan mengurangi pencemaran lingkungan dan menghilangkan sumber penyakit (Anonim, 2011).
1. Pemanfaatan Limbah Tempe
Limbah tempe merupakan salah satu limbah yang masih memiliki nilai ekonomis, karena kandungan senyawa organik dan nutrient yang terdapat didalamnya masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan yeast extract. Limbah tempe digunakan sebagai kosubstrat untuk penyisihan zat warna azo dari industri tekstil dengan menggunakan bioreactor membran aerob-anaerob. Bioreaktor terdiri dari modifikasi proses lumpur aktif yaitu proses kontak-stabilisasi serta reaktor anoksik yang dikombinasikan dengan membran ultrafiltrasi secara eksternal menggantikan proses sedimentasi pada proses lumpur aktif konvensional. Umpan terdiri dari zat warna azo Remazol Black-5 pada konsentrasi 110-120 mg/L dan limbah tempe sebagai sumber organik dan nutrient dengan konsentrasi 10%.
Proses produksi tempe, memerlukan banyak air yang digunakan untuk
perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan kulit kedelai. Limbah yang
diperoleh dari proses proses tersebut diatas dapat berupa limbah cair maupun
limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai, kedelai
yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas
pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan
ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan
kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim, 1989).
Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang relative singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H 2 S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut (Wardojo,1975).
Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang. Ketidak seimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe ini, akan dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme di perairan tersebut .
Limbah kedelai tempe “Samodra” dimanfaatkan sebagai biogas dan pakan ternak sehingga tidak ada yang disia-siakan. Disamping bermanfaat sebagai alternatif usaha, ternyata dapat meminimalisir pencemaran lingkungan. Hal ini tentunya yang sangat diharapkan dari kegiatan usaha apapun. Ada kontribusi positif yang diberikan pabrik dari usaha yang dilakukan mengingat kepedulian pabrik terhadap masyarakat sekitar akan sangat berpengaruh terhadap image pabrik dimata masyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebagian pabrik ternyata membuang limbah tanpa mengindahkan lingkungan sekitar. Sehingga yang terjadi adalah kerusakan lingkungan dan masalah kenyamanan hidup masyarakat sekitar.

BAB VII
ASPEK EKSTERNAL INDUSTRI
Aspek eksternal indsutri merupakan aspek untuk mengetahui sejauh mana pengaruh lingkungan luar perusahaan yang paling dekat akan memepengaruhi agribisnis yang dijalankan.
Dalam usaha tempe "Samodra" ini memiliki banyak pesaing yaitu sesama pengusaha tempe maupun pengusaha barang substitusi dari tempe, misalnya tahu. Namun, ancaman tersebut bukan merupakan ancaman yang begitu berarti bagi tempe "Samodra" sendiri. Dari segi nama sendiri, masyarakat Solo sebagian besar lebih mengenal tempe "Samodra" daripada merek yang lain, ini merupakan nilai tambah tersendiri bagi usaha tempe "Samodra". Ancaman yang terkadang berarti yaitu pada kenaikan harga kedelai yang pernah melambung tinggi. Namun, hal ini dapat disiasati dengan ukuran dari tempe yang diperkecil dengan harga yang tetap.
BAB VIII
ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN POLITIK
Aspek ekonomi, sosial dan politik merupakan suatu aspek yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kondisi ekonomi, sosial serta politik yang akan mempengaruhi bisnis yang akan dilaksanakan baik pada sisi positif maupun pada sisi negatif. Hasil kajian ini dapat memberikan gambaran seberapa layak bisnis ini dilihat dari aspek tersebut.
Dari segi harga, tempe "Samodra" termasuk terjangkau, sehingga produk ini dapat dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Dari segi sosial sejauh ini yang telah dilakukan oleh pemilik tempe "Samodra" ini yaitu melakukan gathering dengan beberapa pelanggan setia, kegiatan buka bersama gratis saat bulan Ramadhan, pembagian kaos gratis berlabelkan tempe "Samodra". Dari segi pemerintahan, sejauh ini sangat mendukung pada kegiatan usaha tempe "Samodra". Hal ini terlihat dari beberapa kegiatan yang telah dilakukan dari pihak pemerintah yaitu dengan training education yang berupa pengelolaan biogas limbah produksi serta pelatihan usaha kecil menengah. Kunjungan gratis ke beberapa industri atau perusahaan juga pernah dilakukan. Pemerintah juga sering memberikan tawaran pinjaman lunak tanpa agunan serta adanya subsidi yang melalui koperasi berupa bahan baku kedelai dengan harga yang lebih murah daripada distributor, namun adanya subsidi ini hanya pada waktu
tertentu (tidak secara konstan).


BAB IX
ASPEK BAHAN BAKU
Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan Timur Jauh seperti kecap, tahu dan tempe. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara.Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910.Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhn kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Tiongkok. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif kedelai putih. Di sisi lain, kedelai hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia
Kedelai, perkembangan produksinya dapat dibagi dalam dua periode besar, yaitu pertumbuhan yang menurun dan stagnant. Pertumbuhan menurun terjadi selama 1990-2000. Produksi rata-rata mencapai 1,4 juta ton dan menurun sebesar 3,6 %/Th. Produksi stagnant terjadi pada 2001-2006, produksi menurun drastis dari periode sebelumnya dan bergerak lambat pada angka 742 ton. Pertumbuhan produksi pun demikian rendah, hanya 0,4 %/Th. Pertumbuhan produksi tidak sejalan dengan gencarnya program bangkit kedelai. Persentase produksi terhadap kedelai dunia mengecil .
Prospek pengembangan kedelai di dalam negeri untuk menekan impor cukup baik, mengingat ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam usahatani. uktur, serta pengaturan tata niaga dan insentif usaha.
Untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, dengan sasaran peningkatan produksi 15% per tahun, sasaran produksi 60% dicapai pada tahun 2009. dan swasembada baru tercapai pada tahun 2015. Untuk mendukung upaya khusus peningkatan produksi kedelai tersebut diperlukan investasi sebesar Rp. 5,09 trilyun (2005-2009) dan 16,19 trilyun (2010-2025). Dalam periode yang sama, investasi swasta diperkirakan masing-masing sebesar Rp. 0,68 trilyun dan Rp. 2,45 trilyun.
Kedelai dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein murah bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk maka permintaan akan kedelai semakin meningkat. Pada tahun 1998 konsumsi per kapita baru 9 kg/tahun, kini naik menjadi 10 kg/th. Dengan konsumsi perkapita rata-rata 10 kg/tahun maka dengan jumlah penduduk 220 juta dibutuhkan 2 juta ton lebih per tahun. Untuk itu diperlukan program khusus peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Produksi kedelai pernah mencapai 1,86 juta pada tahun 1992 (tertinggi) kemudian turun terus hingga kini 2007, hanya 0,6 juta ton.
Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi kedelai terbesar di dunia. Olahan pangan asal kedelai dominan di Indonesia adalah tahu dan tempe. Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan makanan sehat dan baku industri non-pangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik agroindustri tempe samudra terkait dengan aspek bahan baku, selama keberjalanan usaha bahan baku diperoleh dari distributor tahu wilayah pemasaran Solo yang tidak lain merupakan bahan baku kedelai import. Sumber pasokan bahan baku import dipilih karena ada beberapa alasan, diantaranya:


a. Harga yang lebih murah dari kedelai lokal
Harga memang menjadi aspek penting terkait dengan pemilihan suatu produk. Hal ini yang terjadi salah satunya pada harga bahan baku dalam pembuatan tempe, yaitu kedelai. Sumber bahan baku agroindustri tempe samudra berasal dari kedelai import karena harganya yang lebih murah dibandingkan dengan kedelai dalam negeri (kedelai lokal). Sehingga otomatis pihak agroindustri tempe memilih kedelai dengan harga yang lebih rendah. Negara importir utama untuk komoditi kedelai ke Indonesia adalah Amerika Serikat, dengan rata – rata share impor dari tahun 1999 – 2004 sebesar 54% dari seluruh impor kedelai Indonesia atau 1,42 juta ton per tahun. India menempati posisi kedua dengan rata – rata share sebesar 19% (sekitar 491,935,245 kg per tahun).
Kebijakan impor kedelai merupakan suatu hal yang sangat menentukan gairah petani dalam melakukan budidaya kedelai. Penyebabnya adalah karena harga kedelai impor lebih murah dari pada harga kedelai dalam negeri. Hal tersebut antara lain disebabkan karena petani luar negeri (Amerika, Brazil, Argentina, Cina dan lain-lain) bisa memproduksi kedelai dengan biaya rendah.
b. Kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan kedelai lokal
Kualitas menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan suatu produk, khususnya dalam pemilihan bahan baku pada usaha agroindustri karena kualitas akan menentukan produk akhir yang akan dipasarkan, sehingga kadangkala pihak agroindustri rela mengeluarkan uang berlebih untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang baik. Hal ini yang terjadi pada komoditas kedelai yang merupakan bahan baku dalam pembuatan tempe, yang terjadi saat ini adalah kedelai impor kualitasnya lebih bagus dibandingkan dengan kedelai impor. Hal ini yang mendorong pihak agroindustri memilih kedelai import sebagai alternatif pilihan bahan baku dalam memproduksi tempe kedelai.


c. Pasokan bahan baku dapat berlangsung secara kontinyu
Kontinyuitas usaha sangat dipertahankan karena akan berpengaruh terhadap aspek-aspek dalam suatu usaha, diantaranya pendapatan dan pasar. Hal ini yang terjadi pada agroindustri tempe samudra dimana kegiatan usaha agroindustrinya selama ini selalu dapat berjalan kontinyu karena pasokan bahan baku yang tidak pernah berhenti.
Pasokan kedelai ke Tanah Air selama ini didatangkan dari Argentina, AS, China, dan India sebanyak kurang lebih 1,8 juta ton per tahun. Sementara itu kapasitas produksi dalam negeri masih jauh dari kebutuhan di mana rata-rata sebesar 800.000 ton per tahun.
Sumber bahan baku dapat diperoleh dari beberapa sumber diantaranya dari mengusahakan sendiri, membeli di pasar dan menjalin kemitraan. Pada agroindustri tempe samudra, sampai saat ini sumber bahan baku hanya diperoleh dengan membeli dari distributor wilayah Surakarta. Hal ini dilakukan karena tidak ingin mengambil resiko yang lebih tinggi kalau mengusahakan kedelai sendiri disamping tidak ada dukungan dari pemerintah juga kedelai dalam negeri, dipandang dari kualitas masih lebih bagus kedelai impor. Sebenarnya dulu koperasi pernah memberikan subsidi harga kepada anggota koperasi yang ingin membeli kedelai dari koperasi. Namun sekarang sudah tidak ada kebijakan subsidi dari koperasi sehingga bahan baku diperoleh dari distributor kedelai wilayah Surakarta.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989. Tahu Tempe, Pembuatan, Pengawetan dan Pemanfaatan
Limbah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan IPB.
Bogor.
Anggraeni. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. http://gieliciousblog.blogspot.com. Diakses pada tanggal 4 Juni 2011.
Anonim. 2010. Tempe. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 4 Juni 2011.
Anonim. 2011. www.kelair.bppt.go.id. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011 pukul 16.00 WIB.
Astawan, M. dan Mita W. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Astuti, M. 1999. History of the Development of Tempe. Jurnal Agranoff hal. 2-13. Jakarta.
Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi lingkungan. UI
Press. Jakarta.
Halim, A. 2005. Analisis Investasi. Salemba Empat. Jakarta.
Hitt, M A, R. Duane I, and Robert E.H (2005). Strategic Management-Competitiveness and Globalization. Thomson International Student Edition USA (Hitt et al)
Gunawan, B I. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Gunawan. 2010. Aspek Pasar dan Pemasaran. http://gunawan.multiply.com/reviews/item/2. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011.
Haming, M dan Salim B. 2008. Studi Kelayakan Investasi Proyek dan Bisnis. Universitas Gunadarma Press. Bekasi.
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 2. Kencana. Jakarta.
Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran, Jilid 2, Edisi 11. Indeks. Jakarta.
Mahida, U N. 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV
Rajawali. Jakarta.
Pearce II, John. A and Richard B. R (2003). Strategic Management-Formulation, Implementation and Control. Mc Graw-Hill International edition. USA (P and R)
Radiyati, T. 1992. Pengolahan Kedelai. BPTTG Puslitbang Fisika Terapan LIPI. Subang.
Rajaratnam, Y. 2006. Studi Kelayakan Ekonomi Pengembangan Bandara Udara Internasional Minangkabau (BIM). Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No. 2:81-91. Padang.
Sarwono, B. 1982. Membuat Tempe dan Oncom. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syarief, R. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya.
Subagyo, A. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Suharyono, A. S. dan Susilowati. 2006. Pengaruh Jenis Tempe dan Bahan Pengikat Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Produk Nugget Tempe. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Lampung, 2006, hal 280-290. http://lemlit.unila.ac.id/file/Prosiding/ProsidingI2006.pdf (Diakses pada tanggal 17 November 2009).
Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi 3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan Kualitas Air. IPB. Bogor.
Widianto, M. 2008. Analisis Kelayakan Investasi Untuk Pengembangan Usaha Pada CV. Usaha Hidup Istiqomah. Universitas Gunadarma Press. Bekasi.
Widjang, H.S. 2008. Produktivitas Kedelai Rendah Akibat Penanaman Tidak Intensif. www.media-indonesia.com (Diakses pada tanggal 11 April 2009).

Laporan Praktikum PEPPP

saat-saat kuliah pasti tidak terlepas dari tugas-tugas, ujian dan praktikum. Kalau sudah di akhir semester pasti praktikum pada numpuk, sampai-sampai ngerjainnya harus dengan sistem wayangan karena sudah ditunggu deadline. hasil praktikum pun kurang maksimal dan kurang mengena. well mulailah dari sekarang nyicil buat ngerjain, dipelajari maksudnya apa? InsyaAllah nanti praktikum dan hasilnya lebih berkualitas. Tidak sekadar semata-mata yang penting ngerjain laporan. betul kan? :*
kalau dikerjain dengan sepenuh hati, pasti hasilnya akan lebih bagus dan ilmu yang didapat menjadi lebih berkah, amin. setuju kan?

nah untuk mempermudah pembuatan laporan, mungkin tulisan-tulisanku ini bisa bermanfaat bagi pembaca yang membutuhkan. soo Chek this out, :)

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kegiatan penyuluhan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah atau suatu lembaga penyuluhan agar petani selalu tahu, mau, dan mampu mengadopsi inovasi demi tercapainya peningkatan pro¬duktivitas dan pendapatan usahatani guna memperbaiki mutu hidup atau kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Oleh sebab itu, kegiatan penyuluhan akan membutuhkan tenaga-tenaga penyuluh yang handal agar dapat melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian yang direncanakan.
Program adalah suatu kegiatan yang disusun, direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yang telah disusun oleh suatu instansi, baik pemerintah maupun swasta atau yayasan seperti LSM atau suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendukung jalannya sebuah proyek. Tujuan itu berguna untuk menjadi acuan perancangan program dan pelaksanaan program, dengan adanya tujuan yang jelas maka penyusunan program dan pelaksanaannya bisa terarah dengan baik. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengetahui hasil dari program yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal, yaitu dengan melakukan evaluasi. Program yang tidak dibuat perencanaan terlebih dahulu boleh jadi program itu akan berjalan tak terarah dan di akhir program tidak ada sesuatu yang bisa digunakan untuk mengevaluasi program tersebut.
Secara harfiah pengertian perencanaan program penyuluhan yaitu sebagai proses pengambilan keputusan yang menghasilkan suatu pernyataan tertulis mengenai situasi, masalah, tujuan, dan cara mencapai tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik. Apabila pengertian tersebut diabstraksikan maka perencanaan progam penyuluhan adalah suatu proses yang sinambung dalam pembuatan keputusan mengenai kebutuhan atau masalah krusial dalam suatu wilayah, menentukan tujuan dan sasaran, serta menentukan tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Kegunaan dari perencanaan program adalah untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Perencanaan program haruslah disusun berdasarkan keadaan daerah yang ada dengan memperhatikan potensi daerah yang bersangkutan. Selain itu juga diperhatikan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga perencanaan yang dibuat akan sesuai dengan kebijakan pemerintah dan kondisi daerah yang terkena program. Perencanaan yang disusun digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, yang telah ditentukan skala prioritasnya terlebih dahulu.
Program yang ada, pada akhirnya perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Untuk definisi yang lebih luas adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat ketiga komponen yaitu antara tujuan program, kegiatan dan evaluasi.
Pengambilan lokasi di Desa Palur disesuaikan dengan program pertanian yang telah dibuat oleh penyuluh setempat guna memperbaiki sistem pertanian yang telah ada. Program pertanian yang diadakan adalah menerapkan pertanian organik yang dimulai dari kepedulian petani akan kesuburan tanah. Kegiatan yang ada di Desa Palur salah satunya adalah pelatihan, diskusi maupun ceramah serta kunjungan lapang untuk menyampaikan cara-cara menjaga kesuburan tanah yang mendukung pertanian berkelanjutan.
Tujuan¬ Praktikum
Praktikum Perencanaan dan Evaluasi Program ini bertujuan agar:
Mahasiswa dapat menetapkan keadaan wilayah, merumuskan masalah berdasarkan data keadaan yang terdapat dalam monografi, kebijakan pemerintah dan data petani serta usahataninya.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah baik impact point teknik, ekonomi maupun sosial menjadi rumusan masalah dalam sebuah program pertanian di suatu wilayah
Mahasiswa dapat menentukan atau menetapkan tujuan dari masalah yang ada.
Mahasiswa dapat menetapkan cara pencapaian tujuan dari program pertanian yang ada.
Mahasiswa dapat mengevaluasi program pertanian yang ada.
Mahasiswa dapat menetapkan indikator untuk mengukur kemajuan yang dicapai.
Manfaat Praktikum
Manfaat Praktikum Perencanaan dan Evaluasi Program ini adalah sebagai berikut:
Bagi Praktikan
Praktikan mampu mengidentifikasi impact point teknis, impact point ekonomi, impact point sosial.
Menambah pengetahuan dan pengalaman praktikan.
Bagi Petani
Sebagai masukan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman petani.
Membantu petani memecahkan masalah yang tengah dihadapi saat ini.
Bagi Pemerintah
Sebagai bahan evaluasi terhadap program-program yang dijalankan agar program-progran tersebut bisa tercapai dengan baik.
Membantu pemerintah memecahkan masalah yang tengah dihadapi.

BAB II. MENETAPKAN KEADAAN

Pengumpulan Data
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo
Kebijakan pemerintah dalam hal pembangunan daerah berdasarkan potensi di Kabupaten Sukoharjo dilaksanakan secara terpola dan terpadu dengan mengelompokkan kebijakan pertanian per sub sektor.
Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kebijakan pemerintah pada sektor tanaman pangan dan hortikultura ini meliputi:
Peningkatan produksi dan produktivitas dengan intensifikasi rehabilitasi dan integrasi pertanian, perikanan, dan kehutanan, serta penggunaan benit/bibit unggul
Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pelaku utama dan pelaku usaha
Memfasilitasi penggunaan sarana dan prasarana produksi alat mesin dan pengamanan hasil
Mengembangkan industri agropedesaan melalui pengolahan hasil, manajemen usaha, dan menguatkan sistem pemasaran
Menguatkan kelembagaan pelaku utama (kelompok tani) dan pelaku usaha melalui fasilitas bimbingan dan binaan
Pengembangan komoditas dengan peningkatan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan lingkungan hidup
Peningkatan kemampuan dan keterampilan teknik budidaya, pengelolaan lahan, kelembagaan, pengolahan hasil, pasca panen, dan pemasaran
Sektor Peternakan
Kebijakan pemerintah pada sektor peternakan ini meliputi:
Peningkatan kemampuan, keterampilan, dan sikap SDM bidang peternakan melalui pendidikan dan latihan keterampilan
Penyediaan dan pengembangan bibit dan benih ternak yang berkualitas
Pengembangan teknologi tepat guna, murah, dan ramah lingkungan guna meningkatkan produktivitas ternak
Pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan secara sistematis dan terencana
Pengembangan dan pengolahan (pengawetan) pakan ternak berbahan dasar lokal
Peningkatan kualitas pangan asal hewan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Hiegenis)
Peningkatan kualitas produk peternakan dengan sertifikasi mutu guna meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif sesuai mekanisme pasar
Perbaikan dan peningkatan manajemen budidaya ternak guna meningkatkan efisiensi usaha peternakan
Pengembangan jaringan pemasaran dan distribusi melalui promosi (expo/pameran)
Pengembangan skala usaha melalui penguatan modal usaha (Kredit Usaha Rakyat/KUR)
Sektor Perikanan
Peningkatan usaha budidaya perikanan dengan dukungan sarana prasarana pendukung yang diperlukan
Meningkatkan kemampuan teknisbudidaya ikan
Peningkatan penyediaan bibit ikan untuk kebuutuhan lokal dengan optimalisasi balai benih ikan
Optimalisasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dengan meningkatkan mutu produk yang hiegenis untuk memenuhi persyaratan mutu ekspor maupun pemenuhan kebutuhan dalam negeri

Data Keadaan Wilayah
Musim/Iklim
Berdasarkan Smith dan Fergusson, iklim di Kecamatan Mojolaban termasuk daerah tipe iklim golongan C atau termasuk daerah basah. Hal ini didasarkan pada perhitungan bulan basah dan bulan kering. Perhitungan bulan basah : 6 bulan, bulan kering : 6 bulan.
Keadaan Topografi, Jenis Tanah, Pengairan dan Pertanaman
Desa Palur secara umum merupakan sebagian dataran rendah, sebagian merupakan daerah bergelombang. Jenis tanah di Desa Palur adalah Grumusol.
Wilayah di Desa Palur Kecamatan Mojolaban adalah lahan sawah yang berpengairan teknis, dengan infrastruktur cukup memadai. Menurut data monografi Desa Palur, luas tanah sawah dengan irigasi teknis 220,69 Ha sedangkan untuk luas tanah sawah irigasi setengah teknis 220,69 Ha. Di Desa Palur memiliki 1 dam yang digunakan untuk mengairi 74 Ha. Tanaman utama yang paling banyak diusahakan di Desa Palur adalah padi, dengan luasan yang dipanen 56 ha. Rata-rata produksi 6 Kuintal per Ha.
Perhubungan Jalan, Listrik dan Telepon
Desa Palur Kecamatan Mojolaban memiliki jalan desa aspal sepanjang 25 km dalam kondisi baik. Jaringan listrik telah menjangkau Desa Palur tampak dari kepemilikan alat elektronik yang cukup tinggi yaitu tercatat 496 buah. Jaringan telepon kabel maupun telepon genggam telah terbangun dan mendukung aktivitas warga.
Keadaan Penduduk
Keadaan Penduduk Desa Palur Menurut Umur
Umur merupakan salah satu yang dijadikan kriteria di dalam menentukan tingkat adopsi inovasi. Penduduk yang tergolong ke dalam usia muda muda cenderung akan lebih mudah atau cepat untuk menerima informasi yang disampaikan dibandingkan dengan kelompok umur tua. Pada perencanaan program keadaan penduduk menurut umur diperlukan untuk mengetahui jumlah penduduk yang sudah masuk dalam usia kerja atau dengan kata lain untuk mengetahui jumlah penduduk produktif dan jumlah penduduk non produktif.
Tabel 1. Keadaan Penduduk Menurut Umur di Desa Palur
No. Umur Jumlah
1. 0 - 4 2300
2. 5 - 9 980
3. 10 -14 817
4. 15 -19 1186
5. 20 - 24 1309
6. 25 - 29 2847
7. 30 - 39 1195
8. 40 - 49 862
9. 50 - 59 850
10. > 60 820
Jumlah 13404
Sumber : Data Monografi Desa Palur Kecamatan Mojolaban Tahun 2010
Jumlah penduduk usia produktif (15-59 th) di Desa Palur pada tahun 2010 sebesar 8249 jiwa, sedangkan untuk usia non produktif sebesar 4917 jiwa.
ABT(Angka Beban Tanggungan) = (∑▒〖penduduk non produktif〗)/(∑ penduduk produktif) x 100%
= 4917/8249 x 100%
= 59,60 %
Angka beban tanggungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang tidak produktif dengan jumlah penduduk yang produktif dikalikan 100. Ini berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sejumlah penduduk usia non produktif. Klasifikasi usia produktif yaitu antara 15-60 tahun. Angka beban tanggungan makin kecil bila usia non produktifnya makin kecil pula.
ABT pada tahun 2010 yaitu sebesar 59,60%, hal ini berarti bahwa setiap 100 penduduk produktif menanggung kurang lebih 60 penduduk tidak produktif. Angka beban tanggungan akan semakin besar bila penduduk usia non produktif semakin besar, bila dibandingkan penduduk usia produktif. Semakin besar ABT, berarti makin besarlah beban tanggungan untuk orang-orang yang belum, dan tidak produktif lagi.
Keadaan Penduduk Desa PalurMenurut Jenis Kelamin
Penduduk menurut jenis kelamin terbagi menjadi penduduk laki-laki dan perempuan. Perbedaan gender ini biasanya berpengaruh pada kegiatan usahatani yang dilakukan. Perempuan mendapatkan pekerjaan yang biasanya lebih mudah daripada laki-laki dalam hal kegiatan usahatani. Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Desa Palur adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Palur
No Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-laki 6727
2. Perempuan 6677
Total 13404
Sumber : Data Monografi Desa Palur Kecamatan Mojolaban Tahun 2010
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa keadaan penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk perempuannya lebih besar daripada jumlah penduduk laki-laki. Pada tahun 2010 jumlah penduduk perempuan sebanyak 6677, sedangkan penduduk laki-laki sebanyak 6727. Hal tersebut menggambarkan bahwa kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda jauh atau dapat dikatakan sama.
Tabel di atas menunjukkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Desa Palur Kecamatan Mojolaban. Sex ratio merupakan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan dalam persentase.


Sex ratio = (Penduduk Laki-laki)/(Penduduk perempuan) x 100%
= 6727/6677 x 100%
= 100,74%
= 101 %
Sex ratio merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dengan perempuan dapat dicari dengan menggunakan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan untuk kemudian dibuat perbandingannya. Jika Sex ratio 100 artinya dalam 100 orang perempuan terdapat 100 orang laki-laki (jumlah laki-laki sama dengan perempuan). Hal ini berarti pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki sama, jika sex ratio kurang dari 100 maka pembagian kerjanya tidak sama yang lebih berperan adalah wanitanya, begitu pula sebaliknya.
Angka Sex Ratio di Desa Palur Kecamatan Mojolaban pada tahun 2010 adalah sebesar 101. Angka ini menunjukkan bahwa pada setiap 100 orang perempuan terdapat 101 laki-laki. Oleh karena itu, yang lebih berperan dalam pekerjaannya yaitu laki-laki.
Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di suatu daerah menunjukkan pencapaian pemerataan pendidikan suatu negara. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dapat dilihat pada kondisi pendidikan di pedesaan. Adanya tingkat pendidikan yang tinggi pada suatu daerah dapat mempercepat proses pembangunan pada daerah yang bersangkutan.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Palur Kecamatan Mojolaban Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010
No Tingkat pendidikan Jumlah (Orang)
1 Tamat Akademi/Sarjana 31
2 Tamat SMA 89
3 Tamat SMP 123
4 Tamat SD 94
5
6
7 Tidak Tamat SD
Belum Tamat SD
Tidak Sekolah -
419
-
Sumber : Monografi Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Palur Kecamatan Mojolaban sudah mengetahui arti penting pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya penduduk yang menyelesaikan sekolahnya hingga tamat sarjana yaitu sebanyak 31 orang. Penduduk yang tamat SMA adalah sebanyak 89, tamat SMP 123, tamat SD sebanyak 94. Dari data tersebut terlihat bahwa penduduk desa Palur Kecamatan Mojolaban paling banyak adalah yang menamatkan pendidikan hingga SMP. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap kegiatan penyuluhan yang ada di Desa Palur. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi mempengaruhi kecepatan petani dalam mengadopsi inovasi-inovasi yang ada. Selain itu, petani mempunyai pengetahuan tentang analisis usaha tani, sehingga dapat memperhitungkan setiap pengeluaran dan pendapatan dalam usaha tani.
Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan penduduk menurut mata pencaharian diperlukan untuk mengetahui seberapa besar penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani, hal ini dikarenakan pendapatan pokok daerah Sukoharjo adalah dari sektor pertanian. Dengan mengetahui jumlah petani maka dapat dibuat perencanaan yang dapat meningkatkan produksi pertaniannya.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Palur Kecamatan Mojolaban.
Jenis Mata Pencaharian Jumlah
Petani sendiri
Buruh tani
Nelayan
Pengusaha
Buruh Industri
Buruh Bangunan
Pedagang
Pengangkutan
Pegawai Negeri Sipil / ABRI
Pensiunan
Lain-lain
Jumlah 451
37
-
11
389
187
9
17
1175
97
2217
4590
Sumber : Monografi Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010.
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo paling banyak adalah bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI. Penghasilan yang diperolehp juga lebih besar bila dibandingkan dengan penghasilan di sektor pertanian. Oleh karena itu kemungkinan penduduk di desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo memilih bertani sebagai suatu sambilan yang hasil pertaniannya untuk dikonsumsi sendiri. Sedangkan menurut data monografi desa, jumlah masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani sebanyak 451 orang.

Data Kelembagaan Desa
Kelembagaan Pemerintah
Di Desa Palur dipimpin oleh seorang Kepala Desa kemudian turun ke jajaran bawahnya, berikut bagan pemerintahan desa :






Gambar 1. Bagan Pemerintahan Desa Palur
Lembaga pemerintahan di Desa Palur ini hanya satu yaitu BPD (Badan Perwakilan Desa), BPD ini merupakan lembaga yang terdiri dari pewakilan masing-masing dusun dan pemerintah Desa sendiri. Peran BPD ini lebih mengarah ke pembahasan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh desa. Dengan adanya BPD ini masyarakat menjadi lebih mudah mengawasi kerja dari pemerintah desa. Ada beberapa kelembagaan desa yang ada di Desa Palur, yaitu kelembagaan bidang pemerintahan, ekonomi, dan sosial.
Kelembagaan Pertanian
Kelembagaan petani yang ada di Desa Palur berupa kelompok tani tingkat desa sub sektor tanaman pangan dan kelompok ternak sapi. Di Desa Palur terdapat 5 Kelompok Tani aktif yaitu :
Kelompok Tani Marsudi Raharjo, yang diketuai oleh Bapak Dalimin.
Kelompok Tani Marsudi Roso, yang diketuai oleh Bapak Mulyono
Kelompok Tani Marsudi Utomo, yang diketuai oleh Bapak Suprapto
Kelompok Tani Kromo Boga, yang diketuai oleh Bapak Sadimien
Kelompok Tani Marsudi Bersatu, yang diketuai oleh Bapak Mursidi
Kebiasaan di kelompok tani ini adalah untuk membicarakan masalah-masalah pertanian dan pengelolan ternak sapi yang dialami oleh anggotanya. Masing-masing kelompok tani hanya memiliki fasilitas berupa alat administrasi saja, untuk tempat pertemuan biasanya menggunakan gubuk di tengah-tengah persawahan.
Kelembagaan Kemasyarakatan
Lembaga sosial yang ada di Desa Palur adalah PKK. PKK ini merupakan lembaga yang beranggotakan ibu-ibu yang bisa diisi dengan arisan dan kegiatan-kegiatan lain. Dengan adanya PKK ini akan lebih mudah bagi pemerintah Desa dalam mensosialisasikan program peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kelembagaan Ekonomi
Lembaga ekonomi di Desa Palur ini hanya satu yaitu Koperasi Simpan Pinjam. Koperasi Simpan Pinjam di Desa Palur berjumlah cukup banyak yaitu 71 buah. Koperasi ini sangat membantu masyarakat sebagai salah satu solusi pengelolaan pendapatan dari usahanya baik dari bidang pertanian maupun non pertanian.
Data Keadaan Usahatani
Fasilitas Usahatani
Petani mengolah tanah dengan menggunakan mesin traktor. Pemeliharaan tanaman melalui usaha pengairan dilakukan dengan mengandalkan irigasi air dam yang sistemnya petani harus membayar sesuai luas lahan yang dialiri. Pemupukan menggunakan pupuk anorganik/kimia seperti urea, ZA, TSP, NPK dan lain-lain serta pupuk organik dari kotoran ternak sapi. Pada saat panen, petani menggunakan peralatan modern seperti mesin perontok padi dan rice milling keliling.
Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Biaya Produksi dan Harga Panen
Keadaan pertanian di Desa Palur meliputi tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Keadaan Pertanian di Desa Palur
Jenis Usahatani Luas Lahan Produksi (ha) Rata-rata Produksi Kw/Ha Biaya Produksi Harga Panen
Padi 56
Jagung -
Ketela Pohon
Ketela Rambat -
Kacang Tanah -
Kedelai -
Sumber : Monografi Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010.
Bentuk usahatani yang ada di Desa Palur hanya terfokus pada satu jenis komoditas saja yaitu padi sawah. Hal ini menjadi sangat rentaan dan penuh resiko apabila gagal panen. Meski telah banyak dilakukan penyuluhan untuk menerapkan pola tanam yang lebih beragam demi memutus rantai hama namun petani enggan mengusahakan lahannya selain untuk tanaman padi.
Tabel 6. Peternakan di Desa Palur
No. Jenis ternak Jumlah (ekor)
1. Ayam Kampung 4551
2. Ayam Ras 4125
3. Kerbau 4
4. Kambing Domba 155
5. Sapi perah 47
6. Sapi biasa 68
7. Itik 817
Sumber: Data Sekunder
Ayam kampung adalah ternak yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat di Desa Palur. Kebanyakan masyarakat berternak ayam adalah untuk komersil dan sebagian untuk sambilan saja maupun konsumsi sendiri, sehingga banyak yang berternak ayam kampung. Hewan yang cukup banyak dipelihara selain ayam adalah beternak itik dan ayam ras. Itik di sini umumnya dipelihara untuk hal komersial yaitu telurnya dijual. Hewan ternak yang paling sedikit dipelihara adalah kerbau, dahulu masyarakat banyak menggunakannya untuk membajak sawah akan tetapi saat ini mereka memilih menggunakan mesin traktor.
Perumusan Keadaan
Dari data yang telah diperoleh dan diolah dapat dirumuskan beberapa keadaan yang ada di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo antara lain:
Bagaimana kebijakan pemerintah di Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo?
Bagaimana keadaan penduduk menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, dan mata pencaharian?
Bagaimana kondisi tanah, populasi ternak, dan tanaman pertanian yang ada di Desa Palur?
Bagaimana keadaan kelembagaan pertanian yang ada?
Bagaimana kondisi usahatani petani Desa Palur?
Masalah Yang Dihadapi
Masalah adalah suatu keadaan dimana ada kesenjangan antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi dan adanya hal tersebut menyebabkan ketidaknyamanan atau kerugian. Dari pengolahan data yang dilakukan dapat diketahui bahwa masalah-masalah yang muncul pada usahatani padi di Desa Palur adalah :
Masih banyak petani yang belum menggunakan sistem tanam bergilir
Masih banyak petani yang hanya terfokus pada satu komoditas yaitu padi.
Masih banyak petani tidak menggunakan pupuk organik
Masih banyak petani yang gagal panen akibat serangan hama wereng
Masih banyak petani yang tidak melakukan identifikasi pasar
Belum ada petani yang melakukan pengelolaan usahatani
Belum ada petani yang melakukan analisis usahatani
Upaya Pemecahan Masalah
Sebagai upaya pemecahan masalah yang ada diadakan dilakukan penyuluhan tentang:
Sistem tanam bergilir dengan manfaat dapat memutus siklus hidup hama dan penyakit, dan menjaga kesuburan tanah sehingga meningkatkan produktivitas pertanian yang diusahakan petani di Desa Palur.
Memberikan pemahaman dan contoh keberhasilan serta prospek pasar dari penanaman tanaman selain padi sehingga petani tertarik untuk menanam tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan.
Penggunaan pupuk organik dengan mengoptimalkan pemanfaatan kotoran ternak, untuk mempertahan unsur hara dalam tanah, dan mempertahankan produktivitas tanah.
Memberi bantuan dan solusi untuk pemulihan kondisi tanah untuk musim tanam berikutnya serta asuransi kerugian petani.
Memberi penjelasan cara memantau pasar dan memberi kemudahan bagi petani untuk mengakses harga di pasar sehingga petani mendapatkan keuntungan.
Peningkatan kemauan dan kemampuan petani dalam membuat catatan usahatani.
Peningkatan kemauan dan kemampuan petani dalam menghitung keuntungan usahatani.

BAB III. IDENTIFIKASI IMPACT POINT TEKNIS
Penyusunan instrumen yang dibutuhkan dalam mengidentitifikasi impact point dalam hal teknis budidaya perlu dibuat angket terlebih dahulu yang berisi daftar pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan teknik budidaya yang baik. Baik itu dari pengolahan tanahnya, sistem irigasinya, penggunaan pupuk untuk meningkatkan produktivitas, teknik penanaman yang baik, serta cara pengendalian hama yang berwawasan lingkungan. Selain menggunakan angket, untuk mengidentifikasi impact point dalam hal teknis budidaya juga bisa dilakukan dengan wawancara dengan responden secara langsung. Dengan wawancara secara langsung diharapkan dapat lebih memahami kondisi di lapang dengan lebih jelas.
Penentuan impact point teknis dapat dilakukan dengan menentukan beberapa indikator permasalahan Tingkat Penerapan Teknologi (TPT) teknis yaitu meliputi : teknik pengolahan tanah, persiapan benih, penanaman, pemupukan, pengairan, pengendalian hama dan penyakit, panen serta pasca panen. Sumber dari analisis yaitu merupakan analisis data potensial dan data aktual.

Tabel 7. Identifikasi Impact point Teknis di Desa Palur
No TPT Data Potensial Data Aktual Keterangan
1. Penggunaan benih Petani menggunakan bibit unggul bersertifikat (hibrida) Petani menggunakan bibit unggul bersertifikat (hibrida) Tidak terjadi impact point
2. Bercocok tanam Petani menanam dengan sistem jajar legowo dan melakukan rotasi tanaman untuk mengurangi laju pertumbuhan hama Petani menanam dengan sistem jajar legowo, tetapi teknik penanamannya masih monokultur yaitu Padi-Padi-Padi Terjadi impact point
3. Pemupukan Petani menggunakan pupuk organik Petani menggunakan organik dan pupuk kimia Terjadi Impact point
4. Pengairan Petani memanfaatkan irigasi Petani memanfaatkan irigasi Tidak terjadi impact point
5. PHT (Pengendalian Hama Terpadu) Petani mengendalikan hama dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan musuh alami Petani belum menggunakan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan pestisida
Terjadi Impact point
6. Panen Petani memanen pada waktu panen Petani memanen pada waktu panen, Namun mengalami gagal panen Terjadi impact point
7. Pemasaran Petani memasarkan ke pasar sendiri Petani menjual hasil panen ke penebas Terjadi impact point
Sumber: Data Primer
Perbedaan antara data yang diharapkan dengan data yang terjadi di lapang akan menyebabkan keadaan yang tidak memuaskan yang sering disebut sebagai masalah. Masalah yang ditemui di lapang kemudian dirumuskan untuk mempermudah dalam menetapkan impact point, khususnya impact point teknis. Impact point teknis adalah masalah yang paling penting untuk segera diselesaikan karena biasanya berkenaan dengan teknis budidaya yang langsung diaplikasikan di lapang. Adapun beberapa masalah tersebut, diantaranya :
Petani melakukan pemupukan yang masih menggunakan pupuk kimia, seharusnya petani hanya menggunakan pupuk organik.
Teknik bercocok tanam yang dilakukan petani masih menganut sistem monokultur yaitu dalam setiap tahunnya hanya menanam Padi-Padi-Padi untuk setiap musim tanam.
Petani menggunakan pestisida untuk mengendalikan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman), seharusnya petani hanya menggunakan musuh alami.
Saat musim panen, petani bisa optimal memanen padi, tetapi pada kenyataannya petani tidak bisa panen karena mengalami gagal panen akibat serangan hama wereng yang melebihi batas ambang ekonomi.
Pemasaran hasil panen tidak sesuai anjuran yaitu petani menjual hasil panennya langsung kepada penebas, seharusnya hasil panen dijual ke pasar.
Dari beberapa masalah di atas, dapat ditetapkan impact point teknis yaitu masalah penggunaan pupuk, metode bercocok tanam, pengendalian hama dan penyakit yang masih menggunakan pestisida dan kegiatan pemasaran hasil pertanian. Penggunaan pupuk kimia di desa tersebut sudah mendarah daging, karena mereka beranggapan apabila tanaman tidak dipupuk dengan pupuk kimia maka hasilnya kurang bagus. Teknik bercocok tanam yang dilakukan menggunakan sistem penanaman monokultur yaitu hanya menanam padi untuk setiap musim tanam. Penyebabnya dikarenakan ketersediaan air di Desa Palur terjaga untuk setiap tahunnya, sehingga akibatnya banyak petani yang enggan melakukan sistem penanaman dengan rotasi tanaman. Namun hal tersebut akan mengakibatkan semakin berkembangnya hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi, karena usaha memutuskan siklus hidup hama tidak dilakukan, maka hama yang menyerang meningkat karena ketersediaan makanannya berupa padi ada sepanjang tahun. Akibatnya banyak petani yang mengalami kerugian karena sawah mereka puso dan gagal panen karena diserang hama yang sudah melewati batas ambang ekonomi. Penggunaan pestisidapun juga seperti itu, petani merasa sudah menjadi tradisi sejak dulu untuk menggunakan pestisida dalam pengendalian OPT. Penggunaan pestisida dirasa cukup efektif dan efisien.
Selama tiga kali musim tanam, petani tidak bisa memanen hasil padinya, karena sawah mereka puso akibat serangan hama wereng yang melebihi batas ambang ekonomi. Akibatnya petani mengalami gagal panen dan menderita kerugian yang sangat besar. Hal ini dapat terjadi dikarenakan petani menanam dengan sistem monokultur yaitu hanya menanam padi selama musim tanam dalam setahun. Akibatnya wereng yang merupakan hama utama tanaman padi, tersedia terus makanannya. Sehingga pertumbuhan wereng semakin meningkat. Seharusnya dalam satu tahun petani tidak hanya menanam padi saja, melainkan menggunakan sistem gilir tanaman (rotasi) seperti Padi-Padi-Palawija, agar dapat memutus siklus hidup hama wereng, sehingga petani bisa memanen padinya saat musim tanam tiba.
Pemasaran yang dilakukan oleh petani Desa Palur adalah dengan menjual hasil panenan mereka langsung kepada tengkulak/penebas. Mereka merasa diuntungkan karena tengkulak langsung datang ke sawah mereka untuk membelinya sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya apapun untuk kegiatan off farm yang cukup besar seperti membayar transportasi untuk mengangkut hasil panen.

BAB IV. IDENTIFIKASI IMPACT POINT EKONOMI
Penyusunan instrumen yang dibutuhkan dalam mengidentitifikasi impact point dalam hal ekonomi perlu membuat angket terlebih dahulu yang berisi daftar pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan. Kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan yaitu antara lain petani dapat menentukan harga jual produk pertanian yang dihasilkan, petani dapat menyeimbangkan dan meminimalkan biaya produksi, bagaimana petani mengelola pendapatan dari hasil usahataninya, serta bagaimana petani menganalisis usahatani seperti biaya yang dikeluarkan, dan berapa besar pendapatan yang diperoleh. Selain menggunakan angket, untuk mengidentifikasi impact point dalam hal ekonomi, juga bisa dilakukan dengan wawancara dengan responden secara langsung. Dengan wawancara secara langsung diharapkan dapat lebih memahami kondisi perekonomian yang sebenarnya dari responden.
Penentuan impact point ekonomis dilakukan dengan menentukan beberapa indikator permasalahan Tingkat Penerapan Teknologi (TPT) ekonomis meliputi : perencanaan usahatani, ketersediaan sarana produksi, pengelolaan usahatani dan analisis usahatani. Sumber dari analisis data potensial dan data aktual.

Tabel 8. Penyusunan Instrumen TPT Impact Point Ekonomis
No TPT Data Potensial Data Aktual Keterangan
1.









2.









3.




4.








Perencanaan Usahatani








Ketersediaan sarana produksi







Pengelolaan Usahatani



Analisis Usahatani







a.



b.





a.



b.





a.




a.





b.




c.
Petani diharapkan menentukan harga jual produk pertanian

Petani diharapkan menyeimbangkan dan meminimalisir biaya produksi


Diharapkan tersedia sarana produksi dapat menunjang usahatani

Diharapkan adanya sarana produksi yang berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani

Petani diharapkan dapat mengelola pendapatan dari usahataninya

Petani dapat menghitung besarnya input yang digunakan dalam kegiatan usahatani

Petani diharapkan dapat menghitung biaya pengeluaran untuk usahatani

Petani diharapkan menghitung pendapatan yang diperoleh Petani belum mampu menentukan harga jual produk pertanian

Petani sudah mampu menyeimbangkan dan meminimalisir biaya produksi


Adanya sarana produksi dapat menunjang usahatani

Adanya sarana produksi tidak berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani

Petani belum mampu mengelola pendapatan dari hasil usahataninya


Petani sudah menghitung besarnya input yang digunakan dalam usahatani dengan dibantu PPL

Petani belum menganalisis biaya usahatani yang dikeluarkan

Petani menghitung pendapatan yang diperoleh
Terjadi impact point


Tidak terjadi impact point




Tidak terjadi impact point


Terjadi impact point




Terjadi impact point



Tidak terjadi impact point




Terjadi impact point



Tidak terjadi impact point

Sumber : Data Primer
Perbedaan antara data yang diharapkan dengan data yang terjadi di lapang akan menyebabkan keadaan yang tidak memuaskan yang sering disebut sebagai masalah. Masalah yang ditemui di lapang kemudian dirumuskan untuk mempermudah dalam menetapkan impact point, khususnya impact point ekonomis. Impact point ekonomis adalah masalah yang paling penting untuk segera diselesaikan berkenaan dengan pengelolaan usahatani secara ekonomi. Adapun masalahnya yaitu petani seharusnya membuat analisis hasil usahataninya sehingga bisa dilihat berapa modal yang telah dikeluarkan dan seberapa besar penerimaan yang diperoleh dari usahatani.
Dari masalah di atas, dapat ditetapkan impact point ekonomis yaitu petani belum mampu menentukan harga jual produk pertanian yang dihasilkan, sarana produksi yang ada tidak terjadi kesinambungan dengan modal yang dimiliki petani, petani belum mampu mengelola pendapatan dari usahatani dengan tepat dan petani belum mampu menganalisis biaya usaha tani yang dikeluarkan. Rincian anggaran untuk usahatani menjadi impact point atau masalah utama yang harus dipecahkan. Hal ini dikarenakan perincian anggaran tersebut sangat penting untuk memperkirakan apa saja input yang akan digunakan dalam proses pengelolaan usahatani serta berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk setiap inputnya. Dengan adanya perencanaan anggaran yang lebih rinci, maka diharapkan petani akan dapat menekan pengeluarannya. Selain itu, dengan adanya rincian anggaran akan memudahkan petani dalam menghitung besarnya biaya pengeluaran, besarnya pendapatan yang diperoleh serta besarnya keuntungan usahatani.

BAB V. IDENTIFIKASI IMPACT POINT SOSIAL

Penyusunan instrumen yang dibutuhkan dalam mengidentitifikasi impact point dalam hal sosial budaya perlu membuat angket terlebih dahulu yang berisi daftar pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sosial budaya yang ada di wilayah setempat. Kondisi sosial budaya yang bisa dipertanyakan yaitu seberapa besar petani ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok tani, bagaimana hubungan antar anggota kelompok tani, bagaimanakah sikap petani dalam penyerapan teknologi baru, dan seberapa sering petani ikut menghadiri pertemuan-pertmuan yang diadakan kelompok tani. Selain menggunakan angket, untuk mengidentifikasi impact point dalam hal sosial budaya juga bisa dilakukan dengan wawancara dengan responden secara langsung. Dengan wawancara secara langsung diharapkan dapat lebih memahami kondisi di lapang dengan lebih jelas.
Identifikasi impact point merupakan suatu langkah yang dilakukan guna mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi petani. Dengan melalui analisis impact point sosial ini, maka akan memudahkan langkah selanjutnya yang dapat kita ambil guna membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapi petani. Sumber dari analisis data potensial dan data aktual. Untuk menentukan impact point mengenai sosial budaya yang ada, terlebih dahulu kita harus menyusun instrumen untuk menilai tingkat penerapan teknologi (TPT). TPT impact point sosial yang teridentifikasi antara lain keaktifan petani dalam kelompok tani, serta sikap dan kemampuan petani dengan adanya teknologi baru.


Tabel 9. Identifikasi Impact Point Sosial
No TPT Sosial Data potensial Data aktual Keterangan
1. Keaktifan Petani Dalam Kelompok Tani
Tingkat partisipasi aktif mengikuti kegiatan yang ada dalam kelompok tani Anggota kelompok tani berpartisipasi aktif Anggota kelompok tani berpartisipasi secara aktif Tidak Terjadi impact point
Hubungan antara anggota kelompok tani Baik Baik Tidak terjadi impact point
Pertemuan/perkumpulan kelompok tani Satu bulan sekali/setiap ada kasus Satu bulan sekali/setiap ada kasus Tidak terjadi impact point
2. Sikap Petani terhadap Teknologi Baru
Sikap petani adanya teknologi baru Mau manerima inovasi baru Mau menerima inovasi baru Tidak terjadi impact point
Kemampuan dalam menyerap teknologi baru Cepat Cepat Tidak terjadi impact point
Sumber : Data Primer
Berdasarkan identifikasi impact point sosial tersebut tidak ditemukan adanya impact point atau masalah yang dihadapi. Hal ini dikarenakan petani sadar akan pentingnya kelompok tani yang ada di wilayah desanya sebagai tempat bertukar pikiran dengan pengalaman masing-masing serta sebagai sarana untuk memecahkan masalah yang tengah terjadi terhadap usahatani mereka. Selain itu petani juga memahami arti penting adanya teknologi baru, untuk memajukan usahatani yang mereka geluti, seperti penggunaan benih padi varietas baru yaitu varietas Inpari B dan varietas Situbagendit yang tahan terhadap serangan hama wereng.








BAB VI. MERUMUSKAN TUJUAN

Penetapan Impact point
Penetapan impact poin berdasarkan adanya kesenjangan atau perbedaan antara data aktual dengan data potensial. Impact point ditetapkan untuk merumuskan tujuan. Berdasarkan identifikasi impact point teknis, ekonomis, dan social maka diperoleh beberapa impact point sebagai berikut :
Impact point Teknis
Pada tahap bercocok tanam terjadi impact point karena petani belum menerapkan rotasi tanaman
Pada tahap pemupukan, impact point terjadi pada penggunaan pupuk. Petani menggunakan pupuk kimia dan organik, seharusnya petani hanya menggunakan pupuk organik
Tahap pengendalian hama dan penyakit yang menjadi impact point adalah pengendalian hama dan penyakit dalam penggunaan pestisida. Petani menggunakan pestisida anorganik, padahal seharusnya petani menggunakan pestisida organik.
Pada saat panen terjadi impact point karena petani gagal panen seharusnya petani bisa menikmati hasil panennya.
Pada waktu pemasaran terjadi impact point yaitu petani menjual hasil panen langsung ke penebas seharusnya petani memasarkan sendiri ke pasar.
Impact point Ekonomis
Pada tahap pengelolaan usahatani impact point terjadi pada
Petani belum mampu menentukan harga jual produk pertanian,
Adanya sarana produksi belum mampu berkesinambungan dengan modal yang dimiliki oleh petani
Petani belum melakukan pengelolaan pendapatan usahatani.
Petani belum mampu menganalisis biaya usaha tani yang dikeluarkan, dikarenakan sebagian besar petani hanya mengandalkan daya ingat mereka dalam mengerjakan usaha taninya.
Impact point Sosial
Berdasarkan pembahasan pada bab V, tidak ditemukan impact point atau masalah sosial yang dihadapi di Desa Palur. Interaksi petani di Desa Palur sudah aktif mengikuti kegiatan di dalam maupun di luar kelompok tani sehingga terjadi dinamika kelompok yang harmonis serta petani mampu menerima inovasi baru dengan cepat.
Merumuskan Tujuan
Impact point Teknis
Petani dapat melakukan rotasi tanaman
Petani dapat menggunakan pupuk organik sesuai anjuran.
Petani dapat melakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dengan menggunakan pestisida organik.
Petani dapat menikmati hasil panen.
Petani dapat memasarkan hasil panen sendiri tanpa melalui penebas.
Impact point Ekonomis
Petani mampu menentukan harga jual produk pertanian,
Adanya sarana produksi yang berkesinambungan dengan modal petani,
Petani dapat melakukan pengelolaan pendapatan usahatani.
Petani dapat melakukan analisis biaya usaha tani yang dikeluarkan.
Impact point Sosial
Petani dapat mempertahankan keaktifan sebagai anggota kelompok tani dan dalam kegiatan penyuluhan.
Masalah yang dihadapi
Petani tidak melakukan rotasi tanaman tetapi masih menggunakan sistem monokultur.
Petani belum menggunakan pupuk organik
Petani masih menggunakan pestisida anorganik untuk mengatasi masalah pengendalian hama dan penyakit pada tanaman
Petani belum dapat menikmati hasil panen
Petani belum mampu memasarkan hasil panen sendiri
Petani belum mampu menentukan harga jual produk
Petani belum mampu mengoptimalkan penggunaan sarana produksi sehingga kurang berkesinambungan dengan modal
Petani belum mampu mengelola pendapatan hasil usaha tani
Petani belum mampu menganalisis biaya usaha tani yang dikeluarkan
Pemecahan Masalah
Impact point Teknis
Pemecahan masalah untuk petani yang masih menerapkan sistem monokultur dengan memberikan contoh hasil dari penerapan sistem rotasi tanaman.
Permasalahan mengenai pemupukan terjadi pada tahap penggunaan pupuk. Petani menggunakan pupuk kimia dan organik. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan melakukan kegitan penyuluhan untuk pemberian informasi kepada petani tentang penggunakan pupuk organik lebih baik daripada anorganik.
Permasalahan pada tahap pengendalian hama dan penyakit yaitu dalam penggunaan pestisida. Petani menggunakan pestisida anorganik. Permasalahan dapat dipecahkan melalui kegitan penyuluhan terhadap petani dengan menggunakan pestisida organik.
Permasalahan hasil panen yang tidak dapat dinikmati petani diatasi dengan penyuluhan mengenai alternatif tanaman yang memiliki potensi ekonomis misalnya tanaman perkebunan.
Permasalahan petani yang belum mampu memasarkan hasil panennya dengan memberikan informasi tempat pemasaran seperti tempat penggilingan padi.
Impact point Ekonomis
Permasalahan mengenai pengelolaan usahatani yaitu petani belum mampu menganalisis biaya usaha tani, menetapkan harga jual produk dan melakukan pengelolaan pendapatan usahatani, dapat dipecahkan dengan melakukan pertemuan kelompok dan diskusi serta pendampingan kepada petani untuk pembukuan yang berguna untuk mengetahui basarnya pengeluaran dam pemasukan dalam usahataninya serta melakukan kegiatan pembelajaran mengenai pengeloaan usahatani tersebut.
Impact point Sosial
Identifikasi impact point sosial tidak diketemukan adanya masalah, sehingga tidak dibutuhkan pemecahan masalah. Hanya saja harus mempertahankan keadaan sosial yang berlangsung di Desa Palur. Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan keadaan sosial adalah:
Tetap mengadakan kegiatan yang melibatkan keaktifan anggota kelompok.
Tetap mengadakan kegiatan penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan petani dan keadaan wilayah.
Saran-Saran Pelaksanaan Perumusan Tujuan
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penetapan tujuan yaitu:
Sebaiknya dalam merumuskan tujuan benar-benar disesuaikan dengan impact point yang sudah ditetapkan.
Pengadaan penyuluhan mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan dapat merusak tanaman serta merusak kondisi lahan pertanian
Penetapan tujuan harus spesifik, dapat diukur, dapat diamati, praktis, dan dapat dicapai oleh petani.

BAB VII. MENETAPKAN CARA MENCAPAI TUJUAN
Tahap selanjutnya setelah penetapkan tujuan adalah cara mencapai tujuan. Cara mencapai tujuan adalah cara-cara yang ditempuh oleh perencana program untuk memecahakan masalah yang sedang dihadapi. Dari permasalahan permasalahan yang ada di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo tersebut dapat dicari dan ditetapkan cara pencapaian tujuannya sebagai berikut :


Tabel 10. Matriks Cara Mencapai Tujuan Program
No Masalah Tujuan Metode Lokasi Unit Frekuensi Volume Sasaran Petugas Waktu Perlengkapan Biaya (Rp)
Per Unit Total Sumber

1. Petani belum melakukan teknik penanaman dengan rotasi tanaman Petani dapat melaksanakan teknik pertanaman dengan rotasi tanaman Pelatihan
Diskusi, Kunjungan lapang studi banding Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo 5 kolompok tani 5 bulan 3X
Petani PPL Januari-Mei
2011 Pengeras suara, leafleat dan demplot lahan 150.000 450.000 APBD
2 Petani belum menggunakan pupuk organik Petani menggunakan pupuk organik Ceramah
Pendampingan
pelatihan Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo 5kelompok tani 3 bulan 3X Petani PPL Februari, Juni Oktober
2011 Pengeras suara dan demplot 200.000 600.000 APBD
3. Petani belum menggunakan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) tetapi dengan pestisida
.

Petani mengendalikan hama dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan musuh alami Pelatihan
DEM area Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo 5kelompok tani 3 bulan 3X Petani PPL Januari,
April,
September
2011 Pengeras suara dan demplot 200.000 600.000 APBD
4. Petani tidak bisa menikmati hasil panen Petani dapat menikmati hasil panen Diskusi, Pelatihan Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo 5kelompok tani 1 tahun 3X Petani PPL Januari, Mei, September Leaflet, pengeras suara 200.000 600.000 APBD
5. Petani menjual hasil panen ke penebas Petani memasarkan ke pasar sendiri Ceramah
Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo 5kelompok tani 3 bulan 3X Petani PPL Januari,
Mei,
November
2011 Pengeras suara 200.000 600.000 APBD
6. Petani belum mampu menentukan harga jual produk pertanian
Petani diharapkan menentukan harga jual produk pertanian
Studi banding Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo 5kelompok tani 1bulan 1X Petani PPL September 2011 Pengeras suara 200.000 600.000 APBD
7. Adanya sarana produksi tidak berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani
Diharapkan adanya sarana produksi yang berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani
Diskusi Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo Gapoktan, kelompok tani 1 Tahun 1 X Petani PPL Januari-Desember 2011 Pengeras suara dan peraga 250.000 750.000 APBD
8.






Petani belum mampu mengelola pendapatan dari hasil usahataninya
Petani diharapkan dapat mengelola pendapatan dari usahataninya
Diskusi Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo Gapoktan 12 bulan 1X Petani PPL Januari-
Desember
2011 Pengeras suara dan peraga 500.000 1.500.000 APBD
9. Petani belum menganalisis biaya usahatani yang dikeluarkan
Petani diharapkan dapat menghitung biaya pengeluaran untuk usahatani
Ceramah diskusi
Kunjungan lapang Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo 5kelompok tani 5 bulan 5X Petani PPL Mareti-
Juli
2011 Pengeras suara dan peraga 200.000 600.000 APBD


BAB VIII. MENGEVALUASI TUJUAN PENYULUHAN

Latar Belakang
Pembangunan pertanian telah dan akan terus memberikan sumbangan bagi pembangunan nasional, baik secara langsung dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Meskipun demikian masih banyak masalah yang dihadapi dalam pembangunan pertanian karena dinamika lingkungan strategis domestik dan global, antara lain berkaitan dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk, kemiskinan, kebutuhan energi, ketahanan pangan, degradasi lingkungan dan perubahan iklim. Penyuluhan pertanian yang tepat dalam pembangunan pertanian juga akan berpengaruh dalam produktivitas yang dihasilkan.
Penyuluhan pertanian merupakan pendidikan non formal bagi petani beserta keluarganya agar mereka mau dan mampu untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebagai pendidikan non formal, penyuluhan pertanian mempunyai potensi yang besar untuk memperluas jangkauan pendidikan bagi masyarakat pedesaan karena terbatasnya pendidikan formal yang ada dan pada waktu yang sama dapat meningkatkan produktivitas serta kualitas usahatani dalam meningkatkan standar hidup mereka.
Kegiatan-kegiatan dalam penyuluhan pertanian dapat berupa ceramah, demonstrasi plot, demonstrasi hasil, temu wicara, SLPTT, dan sebagainya Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menunjang keberhasilan penyuluhan. Pemilihan kegiatan ditentukan berdasarkan kebutuhan dari petani itu sendiri.
Pelaksanaan suatu program membutuhkan evaluasi untuk dapat menilai keberhasilan yang dicapai dari program tersebut. Fokus dari program yang akan dievaluasi mencakup program pemupukan, program pengaktifan partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan, program pengaturan permodalan, program penyuluhan dan demplot, dan program penyuluhan tentang cara meningkatkan harga jual gabah.
Kegiatan evaluasi ini sangat penting dilakukan karena dapat menganalisis suatu keadaan, dapat membandingkan segala sesuatu yang diamati dengan pengalaman yang telah kita miliki, dan melakukan penilaian dari segala sesuatu yang diamati berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang telah dilakukan. Dengan mengevaluasi msuatu program, dapat diketahui keberhasilan suatu program. Bila program dikatakan belum berhasil, maka akan dianalisis faktor penyebabnya dan mencarikan solusi untuk penyelesaian masalah tersebut.
Uraian tentang Program
Tujuan Program
Tujuan dari progam yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
Petani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dapat menggunakan sistem pertanian organik dengan sistem rotasi tanaman tidak monokultur secara terus-menerus.
Petani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dapat menggunakan pupuk organik untuk menambah kesuburan tanah dan supaya bisa meningkatkan produktivitas.
Petani dalam mengendalikan hama dan penyakit menggunakan pengendalian hama secara terpadu yaitu menggunakan musuh alami.
Petani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo bisa memasarkan produk pertaniannya tanpa melalui tengkulak sehingga bisa menambah nilai guna produk pertanian.
Anggota kelompok tani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dapat berpartisipasi secara aktif pada kegiatan penyuluhan.
Petani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dapat menentukan harga jual, biaya produksi seminimal mungkin, dan mengakses ketersediaan saprodi dan modal dengan mudah.
Petani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo mau menerima informasi dan mau mengaplikasikan dalam kehidupan kegiatan usahatani sehari-hari.
Petani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dapat melakukan analisis usahatani secara tepat sehingga bisa mengetahui berapa besar pendapatan yang diterima dan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk usahatani.
Petani di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dapat menghasilkan jumlah produksi sesuai dengan yang diharapkan.
Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program penyuluhan ini dilakukan dengan berbagai cara, berikut ini akan diuraikan rincian pelaksanaan masing-masing program penyuluhan
Melakukan pelatihan, demplot dan pertemuan kelompok
Temu wicara merupakan forum konsultasi antara kelompok tani dengan pihak pemerintah yang diselenggarakan secara periodik dan berkesinambungan untuk membicarakan, memusyawarahkan dan mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang menyangkut masalah-masalah pelaksanaan program pemerintah dan kegiatan petani dalam rangka pembangunan pertanian.
Kegiatan ini dilakukan dengan pertemuan dan diskusi antara petani dengan institusi mitra yang terkait seperti koperasi. Dalam pertemuan ini dibahas tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk pengadaan dan penambahan modal usahatani serta tata cara mengakses modal tersebut.
Program Pemupukan
Program ini dilaksanakan dengan cara penyuluh mensosialisasikan penggunaan pupuk organik sebagai salah satu cara penerapan sistem pertanian organik melalui kegiatan demplot. Kegiatan ini dilakukan kurang lebih 3 kali.

Program pengaturan permodalan
Program penyuluhan tentang sistem dan pengaturan permodalan dilakukan dengan penyuluhan dan kemitraan. Tenaga ahli dari lembaga terkait, seperti koperasi, didatangkan dalam kegiatan penyuluhan oleh penyuluh untuk dipertemukan dengan petani. Tenaga ahli dari lembaga tersebut menyampaikan programnya yang dapat membantu petani dalam permodalan dan mengajak petani untuk berpartisipasi.
Program penyuluhan tentang cara meningkatkan harga jual gabah
Penyuluhan yang dilakukan membahas tentang cara meningkatkan harga jual gabah, yaitu dengan menjual gabah 2-3 bulan pasca panen. Penyuluh mengajak petani untuk meninggalkan sistem tebas dalam menjual hasil panennya dengan mensosialisasikan manfaat dari meninggalkan sistem tebas tersebut.
Program Selokah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)
SLPTT menempatkan penyuluh sebagai fasilitator, dimana pelaksanaannya dilakukan secara periodik (mingguan, tiga harian atau satu musim tanam). Petani peserta SLPTT akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk menerapkan teknologi di lapang (85%) dan hanya sebagian kecil (15%) waktu yang digunakan di kelas untuk membahas aspek yang terkait dengan usahatani, seperti koperasi, gapoktan, kelompok tani, dan pemasaran hasil panen.
Kegiatan/aktivitas yang dilakukan
Petani sasaran diberikan ceramah dan pelatihan mengenai cara penanaman sistem tanam jajar legowo dan penerapan rotasi tanaman
Petani sasaran diberikan ceramah mengenai manfaat dan keunggulan dari menggunakan pupuk organik sesuai dosis.
Petani sasaran diberikan ceramah dan pelatihan dem area mengenai Pengendalian Hama Terpadu
Petani sasaran diberikan ceramah dan pelatihan mengenai cara menjual hasil panen.
Petani diberikan ceramah tentang pentingnya membuat catatan pembukuan keuangan, serta petani dilatih untuk membuat pembukuan keuangan
Petani sasaran diajak berdiskusi mengenai cara menetapkan harga panen
Petani dilatih untuk bisa mengelola pendapatan usaha taninya.
Sasaran Program
Sasaran dari pelaksanaan program penyuluhan pertanian ini adalah petani-petani di lima kelompok tani yaitu : Kelompok tani tersebut terdiri dari Kelompok Tani Marsudi Raharjo, Kelompok Tani Marsudi Roso, Kelompok Tani Marsudi Utomo, Kelompok Tani Kromo Boga, Kelompok Tani Marsudi Bersatu.
Tujuan dan Manfaat Evaluasi Program
Tujuan Evaluasi
Mengukur program sesuai atau tidak dengan tujuan yg ditetapkan
Program yang ada sudah sesuai dengan tujuan, misalnya saja pada tujuan petani dapat melakukan pemupukan dengan pupuk organik. Pada tujuan tersebut petani diberikan ceramah dan pelatihan menggunakan pupuk organik sesuai dosis. Hasilnya petani dapat menerapkan di usaha taninya dan dapat memperbaiki kesuburan tanah yang telah jenuh dengan pupuk kimia.
Menilai apakah suatu program berhasil dilaksanakan
Suatu program dapat dikatakan berhasil dilaksanakan apabila sudah terjadi perubahan perilaku terhadap sasaran/petani meliputi perubahan pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemampuan. Selain itu juga melihat apakah kebutuhan atau pun masalah dari sasaran/petani sudah terpenuhi dan dapat terpecahkan sehingga petani merasa puas dengan adanya perubahan melalui partisipasi terhadap pelaksanaan penyuluhan. Dengan demikian tercipta kemandirian petani untuk dapat melakukan usahanya yang lebih baik dengan penoingkatan hasil panen yang melimpah. Berdasarkan program yang ada, semua program telah berhasil dilaksanakan. Namun dalam tujuan penerapan Pengendalian Hama Terpadu petani belum mampu lepas dari penggunaan pestisida kimia karena faktor kebiasaan.
Membandingkan tujuan yang ditetapkan dengan keadaan di lapang
Keadaan di lapang dengan tujuan yang ditetapkan tidak selalu sama sehingga dapat dilihat tingkat perbedaan sesungguhnya untuk dapat mengevaluasi apakah tujuan yang ditetapkan telah sesuai dengan keadaan yang nyata dilapang. Selain itu dalam penetapan tujuan kegiatan penyuluhan perlu didasarkan pada identifikasi masalah, penetapan keadaan serta identifikasi impact point dimana data-data tersebut diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan responden dari sumber yang benar-benar paham, bisa dipercaya dan benar-benar mengalami. Berdarkan program yang telah ditetapkan, keadaan di lapangan sudah sesuai dengan tujuan. Petani sasaran sudah melaksanakan apa yang ada pada tujuan maupun program.


Manfaat Evaluasi
Tabel 11. Sasaran didik, Perubahan Perilaku dan Materi dari Tujuan Penyuluhan
No. Tujuan Penyuluhan Sasaran Didik Perubahan Perilaku Materi Kondisi/Situasi
1. Petani dapat melaksanakan teknik pertanaman dengan rotasi tanaman Petani Petani dapat melaksanakan teknik pertanaman dengan rotasi tanaman Materi rotasi tanaman
Petani belum melaksanakan teknik pertanaman dengan rotasi tanaman
2. Petani dapat menggunakan pupuk organik sesuai dosis Petani Petani dapat menggunakan pupuk organik sesuai dosis Materi pemupukan organik sesuai dosis Petani dapat menggunakan pupuk organik namun belum sesuai dosis
3. Petani mengendalikan hama dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan musuh alami Petani Petani mengendalikan hama dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan musuh alami Materi mengenai Pengendalian Hama Terpadu Petani telah mampu melaksanakan pengendalian hama dengan musuh alami
4. Petani dapat menikmati hasil panen Petani Petani dapat menikmati hasil panen Materi pembuatan catatan keuangan Petani belum mampu menikmati hasil panen secara maksiman
5. Diharapkan adanya sarana produksi yang berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani Petani Petani mampu berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani
Materi mengenai pengelolaan modal dan sarana produksi yang berkesinambungan Petani mampu berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani
6. Petani diharapkan dapat mengelola pendapatan dari usahataninya Petani Petani mampu mengelola pendapatan dari usahataninya
Materi mengenai pengelolaan pendapatan usaha tani Petani sudah mampu melaksanakan pembuatan catatan keuangan usahataninya.
7. Petani diharapkan dapat menghitung biaya pengeluaran untuk usahatani Petani Petani dapat menghitung biaya pengeluaran untuk usahatani Materi mengenai pembukuan keuangan usahatani Petani mampu menghitung biaya pengeluaran untuk usahatani

8. Petani diharapkan menentukan harga jual produk pertanian Petani Petani mampu menentukan harga jual produk pertanian
Materi mengenai harga komoditas Petani mampu menentukan harga jual produk pertanian

9. Petani memasarkan ke pasar sendiri Petani Petani memasarkan ke pasar sendiri Materi mengenai pemasaran hasil panen Petani sudah ada yang memasarkan ke pasar sendiri
BAB IX. MENETAPKAN INDIKATOR UNTUK MENGUKUR KEMAJUAN YANG DICAPAI

Indikator adalah suatu pendekatan yang dilakukan ketika variabel tidak mempunyai ukuran pasti, secara teknis susah diukur serta untuk lebih memudahkan dalam mengukur kemajuan yang ingin dicapai. Berdasarkan program atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur kemajuan yang ingin dicapai disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 12. Indikator-Indikator Untuk Mengukur Kemajuan yang Ingin Dicapai
No. Tujuan Perubahan Perilaku yang Diinginkan Indikator
1. Petani dapat melaksanakan teknik pertanaman dengan rotasi tanaman Petani mau melaksanakan pertanaman dengan rotasi tanaman 70% petani telah melakukan rotasi tanaman
2. Petani dapat menggunakan pupuk organik sesuai dosis Perubahan sikap dari penggunaan pupuk anorganik ke pupuk organik 40% petani telah menggunakan pupuk organik
3. Petani mengendalikan hama dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan musuh alami Perubahan sikap dari menggunakan pestisida kimia ke penerapan PHT 30% petani mengetahui penggunaan pestisida secara benar dan bijaksana
4. Petani dapat menikmati hasil panen Perubahan dalam aspek pengetahuan, petani jadi tahu cara menanam yang baik dan meminimalisir kehilangan hasil produksi 40% petani telah memahami teknik panen yang baik
5. Diharapkan adanya sarana produksi yang berkesinambungan dengan modal yang dimiliki petani
Perubahan dalam aspek pengetahuan dan sikap dengan memanfaatkan sarana produksi yang ada 40% Petani telah memanfaatkan sarana produksi

6. Petani diharapkan dapat mengelola pendapatan dari usahataninya Perubahan pengetahuan dan ketrampilan dalam menghitung pendapatan usahatani 50% Petani mengetahui penghitugan pendapatan yang benar
7. Petani diharapkan dapat menghitung biaya pengeluaran untuk usahatani Perubahan ketrampilan menganalisis biaya usahatani 60% Petani mengetahui penghitugan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani
8. Petani diharapkan menentukan harga jual produk pertanian
Petani mengalami perubahan ketrampilan dalam menentukan harga jual 30% Petani mampu menentukan harga jual hasil panen
9. Petani memasarkan ke pasar sendiri Perubahan sikap petani dari menjual ke tengkulak menjadi menjual langsung ke pasar 40% Petani memasarkan ke pasar sendiri


BAB X. MEMBUAT STANDAR DAN KRITERIA

Penilaian kemajuan yang ingin dicapai dilakukan dengan penetapan indikator, kriteria dan standar. Penetapan indikator dan kriteria harus berdasarkan kemampuan, dapat diamati dan diukur, sedangkan standar dibuat agar dapat dilakukan penilaian yang dinotasikan dengan skala angka 1-3. Berikut ini criteria dan standar berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.
Tabel 13. Standar Berdasarkan Indikator yang Telah Ditetapkan
No. Indikator Kriteria Standar
1. 70% petani telah melakukan rotasi tanaman Tinggi, jika > 70% Petani telah melakukan pola tanam dan tata tanam yg benar
Sedang, jika 40%-69% Petani telah melakukan pola tanam dan tata tanam yg benar
Rendah, jika < 40% Petani telah melakukan pola tanam dan tata tanam yg benar 3

2

1
2. 40% petani telah menggunakan pupuk organik Tinggi, jika > 40% petani telah memahami tentang penggunaan pupuk organik
Sedang, jika 25%-39% petani telah memahami penggunaan pupuk organik
Rendah, jika < 25% petani telah memahami penggunaan pupuk organik 3

2

1
3. 30% petani mengetahui penggunaan pestisida secara benar dan bijaksana Tinggi, jika 30% petani mengetahui penggunaan pestisida secara benar dan bijaksana
Sedang, jika 20%-29% petani mengetahui penggunaan pestisida secara benar dan bijaksana
Rendah, jika < 20% petani mengetahui penggunaan pestisida secara benar dan bijaksana 3


2

1
4. 40% petani telah memahami teknik panen yang baik Tinggi, jika > 40% petani telah memahami bagaimana cara tanam sampai panen yang baik
Sedang, jika 25%-39% petani telah memahami bagaimana cara tanam sampai panen yang baik
Rendah, jika < 25% petani telah memahami bagaimana cara tanam sampai panen yang baik 3

2

1
5. 40% Petani telah memanfaatkan sarana produksi
Tinggi, jika > 40% Petani telah memanfaatkan sarana produksi yang ada untuk menunjang modal yang dimiliki oleh petani
Sedang, jika 25%-39% Petani telah memanfaatkan sarana produksi yang ada untuk menunjang modal yang dimiliki oleh petani
Rendah, jika < 25% Petani telah memanfaatkan sarana produksi yang ada untuk menunjang modal yang dimiliki oleh petani 3


2


1
6. 50% Petani mengetahui penghitungan pendapatan yang benar Tinggi, jika > 50% Petani telah melakukan perhitungan mengenai pendapatan yang diterima
Sedang, jika 30%-49% Petani telah memanfaatkan sarana produksi yang ada untuk menunjang modal yang dimiliki oleh petani
Rendah, jika < 30% Petani telah memanfaatkan sarana produksi yang ada untuk menunjang modal yang dimiliki oleh petani 3

2


1
7. 60% Petani mengetahui penghitungan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani Tinggi, jika > 60% Petani telah melakukan analisis perhitungan biaya usahatani yang dikeluarkan
Sedang, jika 30%-59% Petani telah melakukan analisis perhitungan biaya usahatani yang dikeluarkan
Rendah, jika < 30% Petani telah melakukan analisis perhitungan biaya usahatani yang dikeluarkan 3

2


1
8. 30% Petani mampu menentukan harga jual hasil panen Tinggi, jika > 30% Petani telah mampu menentukan harga jual produk pertanian sendiri
Sedang, jika 15%-29% Petani telah mampu menentukan harga jual produk pertanian sendiri
Rendah, jika < 15% Petani telah mampu menentukan harga jual produk pertanian sendiri 3

2

1
9. 40% Petani memasarkan ke pasar sendiri
Tinggi, jika > 40% Petani telah melakukan pemasaran dengan menjual langsung ke pasar
Sedang, jika 25%-39% Petani telah melakukan pemasaran dengan menjual langsung ke pasar
Rendah, jika < 25% Petani telah melakukan pemasaran dengan menjual langsung ke pasar 3

2

1