Senin, 04 Oktober 2010

lomba cerpen, i like it,hehehehe

baru pertama buka blog baruku yang pertama aduhhh, gelagapan kie, mau ngeshare nih ceritanya, lumayan wat memenuhi blog aja, kemaren saya sempat mengikuti komba nulis cerpen, yahh walaupun gag masuk nominasi juara sih, tapi tidak apa itung-itung pengalaman gitu lah, hehehehe, berikut cerita lengkapnya


Senyum Simpul Viya By Lutfiatun Nisfah
Waktu itu, bertepatan dengan hari kamis, hujan turun begitu derasnya. Saat itu Viya baru saja menginjakkan kakinya di terminal Terboyo, Semarang. Meskipun hujan masih cukup deras di luar terminal, tetapi suasana di dalam terminal tampak begitu padat merayap. Ribuan orang hilir mudik menyesaki terminal, sembari membawa tas – tas yang beukuran cukup besar. Ya, sebagian besar orang – orang yang berada di dalam terminal itu ingin melanjutkan perjalanan menuju ke kampung halamannya masing – masing. Pantas memang banyak orang yang ingin pulang kampung, yang biasanya orang – orang menyebutnya dengan tradisi mudik, karena hari itu sudah memasuki H-4 menuju lebaran idul fitri. Begitu juga dengan Viya. Dara manis beljilbab kelahiran Jepara, 19 tahun silam itu ingin pulang kampung untuk merayakan idul fitri bersama keluarganya di rumah. Ia tampak begitu gembira karena satu setengah jaman lagi ia akan bertemu dengan keluarganya, setelah sebulan lebih tidak bertemu dengan ayah, ibu, kakak serta adiknya. Ia merasakan kerinduan yang begitu besar terhadap keluarganya. Ingin segera bertemu dengan ayah dan ibunya sembari mencium kening mereka.
Viya mencoba menengadahkan tangannya, ingin tahu apakah hujan sudah mereda atau belum. Ternyata hujan masih turun cukup deras, viya kembali merapikan duduknya seperti semula di atas barisan balkon yang disediakan pihak dari terminal untuk calon penumpang sambil menunggu bus yang akan membawa mereka ke tempat tujuan. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB. Namun suasana di terminal terboyo itu masih begitu riuh. Karena merasa sudah kemalaman, raut muka viya berubah tampak panik. Karena sudah tidak ada lagi bus yang akan membawanya pulang ke rumah. Akhirnya ia memutuskan menghubungi kakaknya untuk segera menjemputnya di terminal. Sembari menunggu kakaknya menjemput dirinya, viya mengisi waktunya itu dengan mengajak ngobrol dengan salah satu bapak pengelola terminal agar tidak merasa jenuh. Cukup lama ia berbincang – bincang dengan bapak yang juga merangkap sebagai agen penjual tiket kapal PELNI itu. Jam 20.00 WIB akhirnya viya memutuskan pamit terhadap bapak tersebut.
Hujan di luar terminal sudah mereda, namun belum ada satu bintang pun yang menampakkan dirinya dan masih terasa sedikit titik – titik air yang membasahi bumi. Hembusan angin di malam itu cukup membuat orang – orang merasa kedinginan. Viya mencoba melihat – lihat suasana di luar terminal terboyo. Namun tiba – tiba ada seorang bapak paruh baya yang tengah kebingungan berjalan menghampiri viya. Bapak tersebut mencoba mengawali pembicaraan dengan menyapa viya.
“Assalamualaikum, permisi Nak?”, Sapa bapak paruh baya tersebut kepada viya yang tengah asyik membaca pesan singkat yang baru dikirim oleh kakaknya.
“Waalaikumsalam Warahmatullah”, Jawab viya lembut.
“Maaf bapak, ada yang saya bisa bantu?” viya menyambung kalimatnya.
Tiba – tiba hujan kembali turun. Viya mencoba memekarkan payung yang dari tadi ia pegang dan mengajak bapak paruh baya tersebut berjalan masuk ke dalam terminal, supaya mereka tidak kehujanan.
“Oya bapak habis dari mana?” Tanya viya membuka pembicaraan lagi.
“Bapak dari Kudus, Nak.” Jawab bapak paruh baya itu sembari mengusap air hujan yang menyapu wajahnya.
“Oh, Bapak sendirian dari Kudusnya?” Tanya viya kepada bapak paruh baya itu.
“Iya, bapak dari Kudus sekalian silaturrahim ke tempat anaknya bapak yang di sana. Anak bapak kerja di sana”, Jelas bapak paruh baya itu.
“ Begini nak, bapak boleh minta tolong tidak?” Tanya bapak tersebut dengan raut muka yang tampak ragu – ragu.
“ Boleh bapak, bapak mau minta tolong apa?” Viya merasa iba dengan raut muka bapak tersebut yang mendadak menjadi gelisah dan sedih.
“ Begini nak, ketika bapak turun dari bus tadi, tiba – tiba dompet bapak sudah hilang, bapak jadi bingung bagaimana bapak bisa pulang lagi”, Bapak paruh baya tersebut menjelaskan kronologi kejadian yang menimpa dirinya. Mendengar cerita dari bapak tersebut, viya merasa sangat iba dan tiba – tiba saja butiran bening keluar dari pelupuk matanya.
“ Bapak sudah tidak punya uang lagi untuk biaya perjalanan bapak, bapak bingung nak, apa yang musti bapak lakukan?” Bapak paruh baya itu kembali berbicara, dan sekali lagi mendengar cerita bapak itu, ulu hati viya merasa sakit. Ia merasa kasihan dengan keadaan bapak itu. Ia membayangkan bagaimana jika keadaan itu terjadi pada dirinya, siapa yang hendak menolongnya. Pasti ia juga akan melakukan seperti apa yang dilakukan oleh bapak tersebut.
“ Innalillah bapak, bagaimana ya bapak, saya juga tidak punya uang sekarang” Jelas viya kepada bapak paruh baya itu.
“ Tolong nak, bantu bapak ”, Bapak paruh baya itu memohon kepada viya dengan sepenuh hati. Bapak itu kelihatan sangat memohon agar viya membantu dirinya, setidaknya bapak tersebut bisa pulang ke Kartasura.
Rasa iba viya terhadap bapak paruh baya tersebut semakin besar, sehingga ia memutuskan merogoh sakunya, berharap sejumlah uang yang ada di sakunya itu cukup untuk ongkos naik bus bapak tersebut. Viya mulai menghitung berapa sisa uang yang ada di dalam sakunya tadi.
“ Alhamdulillah bapak, ini ada sedikit uang untuk bapak, semoga uang ini cukup untuk biaya perjalanan bapak”, Ucap viya sambil menaruh selembar uang dua puluh ribuan ke tangan bapak paruh baya tadi.
“ Ya Allah nak, ini lebih dari cukup, terima kasih, Insya Allah dengan uang ini bapak bisa sampai rumah”, Tersemburat sebual simpul kecil di sudut bibir bapak paruh baya itu. Bapak itu merasa lebih tenang.
“ Terima kasih ya nak, udah mau membantu bapak, oya siapa namamu?” Tanya bapak tersebut kepada viya yang dari tadi berdiri di sampingnya.
“ Sama – sama bapak, saya Viya, bapak sendiri?” Tanya balik viya.
“ Saya pak Ahmad, Terima kasih sekali lagi ya nak, lain kali Insya Allah bapak akan mengganti, viya juga boleh kapan – kapan main ke rumah bapak di Kartasura sana” Ucap pak Ahmad kepada viya.
“ Terima kasih atas ajakannya Pak”, Balas viya.
Beberapa saat kemudian bus Sumber Kencono jurusan Semarang – Solo – Surabaya siap untuk berangkat. Pak Ahmad memutuskan naik armada bus tersebut supaya tidak larut malam jika nanti sampai di rumah. Viya sendiri setelah beberapa saat pak Ahmad masuk ke dalam bus, segera melanjutkan perjalanan menuju ke rumahnya, karena saat itu bertepatan kakaknya yang sudah tiba di terminal. Hati viya kembali berbunga – bunga karena sebentar lagi akan bertemu dengan keluarga besarnya yang sudah dirindukannya itu.
Hari raya idul fitri pun tiba. Semua orang saling bersalaman dan bersilaturrahmi untuk saling bermaaf – maafan. Semua orang bersuka cita dengan datangnya hari nan fitri itu. Di kampung halamannya, viya sangat bahagia karena bisa berkumpul dan makan bersama dengan seluruh keluarga besarnya. Kapan lagi acara makan bersama seperti itu dapat terjadi, kalau tidak di hari nan fitri. Seminggu setelah idul fitri semua orang kembali melakukan aktivitasnya masing – masing. Tak terkecuali dengan viya. Ia juga harus melanjutkan kembali studinya di Universitas Sebelas Maret Surakarta setelah mendapatkan liburan idul fitri. Tiap hari ia melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswi di salah satu fakultas yang ada di Universitas sebelas Maret Surakarta. Di kampus, sosok viya yang dari SMA sudah mengenakan jilbab itu banyak disegani teman – temannya. Selain aktif di organisasi, viya dikenal sebagai anak yang pandai bergaul dan juga ramah terhadap semua orang. Viya menjalankan aktivitasnya seperti biasanya. Belajar, belajar dan belajar adalah tugas utamanya. Ia berharap kelak jika sudah lulus, ia ingin membahagiakan ayah dan ibunya yang sudah berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya.
Waktu berganti waktu, detik berganti detik, hari berganti hari, dan bulan pun juga sudah berganti bulan. Tak terasa sudah kembali menghadapi bulan yang penuh barakah, yakni bulan suci Ramadan. Dalam hati, viya senang dan bersyukur karena masih diberi kesempatan dan kesehatan sehingga masih bisa bertemu di bulan Ramadan.
“Rina, ayo berangkat ke kampus, hari ini kita ada kuliah pagi, nanti kita bisa telat!”, Ajak viya kepada teman satu kostnya sekaligus menjadi sahabat baiknya itu.
“Iya sebentar, 5 menit lagi deh”, Balas rina sembari membenarkan posisi jilbabnya yang rada miring.
“Meskipun hari ini hari pertama kita menjalankan ibadah puasa, dan masih banyak kegiatan yang harus kita lakukan, kita tidak boleh bermalas – malasan, betul?” Ucap viya dengan menirukan logat dari salah satu Ulama’ kondang di negeri ini.
Ia menepuk bahu rina sebagai tanda penyemangat untuk mengawali hari itu.
“Siap bos”, Balas rina sembari mengulum senyumnya.
Akhirnya viya dan rina melangkahkan kakinya berangkat menuju ke kampus. Sebelumnya mereka berdoa supaya diberi kemudahan dalam menjalani semua kegiatan yang sudah mereka susun hari itu. Akhirnya hari pertama di bulan Ramadan dapat mereka lalui dengan aman. Keesokan harinya, viya mendapat kabar dari keluarganya bahwa bulan ini ia tidak akan mendapat kiriman uang karena ayahnya tidak mempunyai cukup uang. Padahal uang yang ada di dompetnya hanya cukup untuk membiayai hidup selama seminggu. Belum lagi jika ada tambahan tugas yang diberikan oleh dosen. Viya menjadi pusing bukan kepalang. Ia harus memutar keras otaknya, mencari cara bagaimana agar ia masih bisa tetap bertahan hidup. Ia mencoba mengutarakan masalahnya itu kepada rina, dan berniat meminjam sejumlah uang kepada rina. Namun rina tidak bisa berbuat banyak, karena ia sendiri juga berasal dari keluarga yang pas – pasan. Semakin hari persediaan uang viya semakin menipis. Ia dan rina mencoba mencari info lowongan kerja di sekitar lingkungan kampus.
“Vi, ada laundry yang membutuhkan seorang tenaga kerja, kamu mau tidak?” Tanya rina kepada viya setelah sampai di kost.
“Boleh rin, dimana?” viya tidak sabar mendengar penjelasan dari rina.
“Itu lo, laundry punyanya Bu Evi, kalo kamu mau besok datang langsung aja ke tempatnya Bu Evi!” Jelas rina penuh semangat.
“Tapi vi, bagaimana kuliahmu besok, jika kamu malah concern kerja di laundry seperti itu? Kamu kan tahu sendiri kerja di laundry itu sangat menyita waktu!” Tanya rina penuh kecemasan.
“Ga apa, Insya Allah masih bisa ngatur waktu”, Jawab viya tenang. Rina dan viya saling berpelukan sebagai tanda memberi semangat.
Keesokan harinya viya mencoba menemui Bu Evi di galerinya, mengutarakan keinginannya bekerja di usaha laundry milik Bu Evi tersebut. Bu Evi dengan ramah menerima viya sebagai karyawan barunya. Viya mendapat shift siang sampai sore dengan upah 10.000 rupiah. Ternyata benar bekerja di laundry sangat menyita waktu. Tiap hari kerjanya menggosok baju pelanggan dengan posisi berdiri. Hal itu membuat viya kelelahan. Maklum saja ia belum pernah melakukan pekerjaan seperti itu sebelumnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Rina sudah terbangun dan segera melaksanakan qiyaumul lail. Namun viya masih tertidur pulas di kamarnya. Tampak tergambar gurat keletihan di raut muka viya. Selesai qiyaumul lail dan tilawah sebentar, rina membangunkan viya dengan mengetuk pintu kamarnya.
“Assalamualaikum, Vi ayo bangun, sahur!” Ucap rina.
Mendengar suara rina, viya terbangun dan melihat jam weker di atas meja belajarnya. Viya terperanjat karena jam sudah menunjukkan pukul 03.30.
“Waalaikumsalam, ya rin bentar”, jawabnya sambil beranjak turun dari ranjang.
Ketika viya tengah asyik menikmati santap sahurnya, diam – diam rina memperhatikan viya. Ia pun menggelengkan kepalanya melihat sahabatnya itu sekarang agak kurusan semenjak bekerja di laundry milik Bu Evi itu.
“Gimana vi kerjanya, lancar?” Tanya rina di sela – sela makan sahurnya.
“Alhamdulillah rin, berkat doamu juga kan”, Jawab viya pelan.
“Syukur deh kalau begitu, tapi kuperhatikan sekarang kamu tambah kurusan gitu vi, kamu baik – baik saja kan?” Tanya rina lagi sedikit khawatir dengan kondisi viya. Karena ia tahu watak viya yang rada menyepelekan kesehatan dirinya.
Viya diam kemudian tersenyum simpul, karena tahu bahwa sahabatnya itu sedang memperhatikan dirinya.
“Sudah, tidak apa – apa, aku baik – baik saja kok, tenang saja Ok friend”, Jawab viya sambil membereskan piring yang ada di hadapannya.
“Ayo kita solat subuh berjamaah dulu, sudah adzan”, Ajak viya kepada rina.
Akhirnya mereka solat subuh berjamaah, setelah semua piring – piring yang ada di meja makan selesai dirapikan. Baru seminggu bekerja di laundry milik Bu Evi itu, viya tidak sengaja melakukan kesalahan. Salah satu baju milik pelanggan mengalami cacat, dan pelanggan tersebut komplain kepada Bu Evi. Bu Evi marah besar dan hari itu juga viya dikeluarkan dari pekerjaannya. Viya sangat sedih, bagaimana lagi ia mendapatkan uang untuk bertahan hidup, saat posisi jauh dari keluarganya. Ditambah lagi keluarganya masih belum bisa mengirim uang untuk dirinya. Sesampainya di kost ia bercerita kepada rina bahwa dirinya telah dikeluarkan dari pekerjaannya itu. Gurat kesedihan masih tampak di raut muka dara imut itu. Rina sebagai sahabat viya yang terbaik mencoba menghibur dan memberikan semangat moril kepada viya. Tujuannya agar viya tidak down menghadapi kenyataan yang ada.
Mungkin juga sedang sial bagi viya atau memang sudah kehendak Allah SWT, sehari setelah ia dikeluarkan dari pekerjaannya itu ia mendapat cobaan lagi dari Allah. Ketika ia sedang berjalan sendiri hendak pulang ke kost, tiba – tiba ada seseorang yang menyenggol dirinya sampai ia terjatuh. Orang tersebut dengan segera menolongnya berdiri. Viya meringis karena sedikit merasa kesakitan. Orang tersebut juga sempat minta maaf kepada viya dan bertanya apakah viya baik – baik saja. Viya mengangguk dan sesaat setelah itu orang tersebut pamit meninggalkannya. Tetapi tanpa ia sadari, ternyata orang tadi diam – diam telah mengambil dompet beserta ponsel yang ada di dalam tasnya.
Ketika sampai di kost, viya baru menyadari bahwa ponsel dan dompetnya sudah tidak ada di dalam tasnya. Ia kebingungan mencari – cari dimana letak ponselnya, mungkin saja ia lupa menaruhnya dimana. Setelah merunut kejadian yang baru saja menimpanya, ia baru sadar bahwa orang yang telah menabraknya tadi ternyata adalah pencopet. Seketika itu ia syok dan menangis sejadi – jadinya. Ia menyesali semua kejadian yang telah menimpanya.
Ketika rina baru saja menginjakkan kakinya di kost, ia kebingungan mendapati viya yang masih menangis tersedu – sedu. Dengan segera ia mendekatinya dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya itu. Viya pelan – pelan menjelaskan kronologi yang terjadi beberapa saat yang lalu kepada rina bahwa ponsel dan dompetnya telah raib diambil pencopet. Rina memeluk hangat sahabatnya itu mencoba menenangkan hati dan pikiran viya.
“Rin, sebenarnya apa yang salah pada diriku, mengapa Allah SWT saat ini selalu mengujiku?” Papar viya pelan.
“Husy, kamu nggak boleh berkata seperti itu, tandanya Allah SWT sayang padamu vi, yang sabar aja”, Jawab rina dengan mengelus pundak viya.
“Iya, tapi kenapa musti bertubi – tubi seperti ini? Baru kemarin aku dikeluarkan dari pekerjaanku, sekarang Allah mengujiku lagi, ponsel dan dompet aku hilang diambil pencuri, Ya Allah Astaghfirullah”, Desah viya sekali lagi.
“Sabar vi sabar, mungkin Allah sedang mengujimu, Allah SWT ingin tahu seberapa besar ketakwaanmu terhadap-Nya. Ingatlah juga bahwa “Allah tidak akan menguji hamba-Nya lebih dari pada kemampuan hamba-Nya itu”. Pasti ada khikmah yang bisa diambil dari semua kejadian ini”, Tutur Rina kepada viya.
“Allah juga telah memerintahkan kepada kita bahwa kita dianjurkan minta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan solat, Sesungguhnya Allah itu beserta orang – orang yang sabar (QS. Al-Baqarah : 153)”, Rina melanjutkan pembicaraannya.
“Satu lagi bahwa Allah telah menekankan kepada kita bahwa orang yang sabar ketika orang tersebut ditimpa musibah kemudian mengucap Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun, maka orang tersebut akan mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Allah serta orang – orang tersebut yang mendapat petunjuk (QS. Al-Baqarah 156-157)”. Jadi intinya kita dituntut untuk lebih sabar terhadap semua cobaan yang diberikan Allah kepada kita. OK”, Rina kembali mencoba menenangkan hati viya.
“Ya Rin, mungkin aku lebih baik mengikhlaskan semua yang terjadi dan pasrah terhadap Allah, aku yakin ini yang terbaik buat ku, mungkin ada rencana lain dari Allah untukku”, Jawab viya pelan.
“Itu baru temanku, kalau masalah makan, gampanglah ntar bisa berbagi dengan ku, apa gunanya ada teman di sini, benar gak?” Rina mengacungkan jempolnya mengarah ke muka viya. Viya sedikit demi sedikit kembali mengembangkan senyumnya.
Dua hari kemudian, viya dan rina yang kala itu tengah bersiap berangkat ke kampus, tanpa sengaja melihat seorang bapak paruh baya terjatuh dari motor yang dikendarainya. Jalanan masih tampak sepi, sehingga tidak ada orang yang menolong bapak paruh baya tersebut. Sontak viya dan rina bergegas mendekati bapak paruh baya itu dan memastikan keadaannya. Alhamdulillah, untung saja bapak itu hanya pingsan. Namun bagian lutut dan tangan bapak itu terluka. Viya bergegas membawanya ke rumah sakit terdekat. Setelah ditangani dokter, beberapa saat kemudian bapak itu sadar.
“Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya bapak sadar juga, bapak tidak apa – apa kan?” Tanyanya ketika melihat bapak tersebut mulai membuka matanya.
“Alhamdulillah, tapi kepala bapak masih agak pening”, Jawab bapak itu.
“Kalau begitu bapak istirahat dulu aja”, Ucap viya sambil membenahkan posisi bantal bapak tadi.
Ketika melihat viya, bapak itu mendadak mencoba mengingat sesuatu yang pernah terjadi pada dirinya. Beliau merasa pernah bertemu dengan orang yang sama beberapa saat yang lalu.
“Oya bapak, lebih baik bapak sekarang menghubungi keluarga bapak bahwa bapak ada di rumah sakit. Maaf saya belum bisa menghubungi keluarga bapak sebelumnya”, ucap viya.
“Nanti saya akan menghubunginya, terima kasih ya nak atas pertolongannya”, Balas bapak paruh baya tadi.
Cukup lama bapak tersebut terdiam dan akhirnya beberapa saat kemudian, bapak tersebut membuka pembicaraan lagi. Beliau masih mencoba mengingat sesuatu.
“Oya Nak, hemm kamu viya, kan?” Bapak itu menatap viya.
“Iya, Bapak mengenal saya?”, Viya tampak terheran – heran kenapa bapak paruh baya itu bisa tahu namanya.
“Alhamdulliah Nak, akhirnya bapak bertemu denganmu juga. Bapak sudah lama mencari – cari mu”, Jelas bapak paruh baya tersebut.
Viya masih tampak bingung, sebenarnya apa yang diomongkan bapak itu.
“Saya pak akhmad, inget tidak dulu waktu di terminal Semarang itu? Kamu sudah menolong saya, jika tidak ada kamu mungkin saya tidak bisa pulang malam itu juga. Dan kali ini kamu menolong saya lagi, saya berhutang budi padamu, terima kasih, Nak”, Ucap bapak yang tak lain adalah pak Akhmad.
“Bapak pak Akhmad, Ya Allah maaf bapak, saya tidak tahu. Bapak jangan bicara begitu, sudah sewajarnya kita saling menolong”, Ucap viya lirih.
Akhirnya dengan pertemuan yang terjadi pada hari itu, Pak Akhmad menawarkan diri untuk menjadi orang tua asuh sekaligus orang tua angkat viya. Pak Akhmad bersedia membiayai seluruh biaya pendidikan viya. Selain itu viya juga diberi kesempatan berkarir di salah satu perusahaan yang dipimpin oleh Pak Akhmad. Subhanallah, Allah memang Maha adil. Kejutan tak terduga yang dialami viya ini bisa membantunya menyelesaikan masalah – masalah yang sedang ia hadapi. Seharusnya segala sesuatu harus dilaksanakan dengan ikhlas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar